[Ini adalah surat dari seorang teman yang keluarganya sedang tertimpa masalah] Secara tiba-tiba seorang wanita dengan raut wajah sendu datang kerumah dan menanyakan keberadaan ayahku untuk menagih hutang pulsa sejumlah 800 ribu rupiah. Waoow, jumlah yang fantastis bagi keluargaku, ibuku yang tak percaya langsung menanyakan kebenarannya melalui telepon, dan dari keterangan ayah didapat informasi bahwa itu bukan hutangnya, melainkan hutang teman sekerjanya. Mendengar hal itu, yuliana (samaran) menangis terisak-isak sembari mengancam akan mengeluarkan ayahku dari pekerjaan. Ibu yang memang tempramen karuan saja membalas ancaman tersebut dengan ancaman lain yang membuat wanita itu tak berlama-lama dirumah. Sebagai seorang anak tak kalah sedihnya mendengar peristiwa ini, entah mana yang benar atau mana yang salah, entah ayahku yang main wanita atau hanya sebagai korban. Marah, benci, kalut, malu menerpaku, enggan pulang, enggan menghubungi ayah, bahkan tak satupun telepon atau sms beliau yang terbalas. Selama ini aku memang lebih dekat dengan ibu, dan dari kecil memang kurang begitu akrab dengan ayah hal biasa ketika seorang anak laki-laki pertama seringkali berselisih pendapat dengan ayahnya. Tapi bukan berarti hubungan kami bermasalah, kami hanya kurang intens dalam berkomunikasi, ikatan anak dan orang tua masih tetap kuat, dan akupun juga masih menghormati orang tuaku sebagaimana seharusnya. Beberapa hari berlalu tanpa berita, betapa kagetnya aku ketika mendapat kabar bahwa wanita itu menyusul ke tempat kerja ayahku. Benar-benar nekat wanita ini, benar-benar "niat" merebut ayahku dan menghancurkan keluargaku. Ibuku yang tahu keadaan ini tentu saja tak kalah resah, hampir setiap hari setengah dari hidupnya dihabiskan untuk menangis dan hanya bisa berdo'a agar semuanya baik-baik saja. Beberapa waktu lalu Ibu datang kerumah wanita itu yang ada di daerah Malang, ikut serta Pak RT, dan Om ku. Dari pertemuan itu diketahui bahwa keluarganya mendukung upaya wanita itu merebut ayahku, sungguh habis kata-kata! Berdasarkan informasi dari Pak RT setempat, wanita itu memang bukan wanita baik-baik, sudah sering "digrebek", pernah diarak kampung, dan sudah sering "dilabrak" orang-orang yang mengaku diganggu keluarnya diganggu oleh wanita itu. Kapan hari lalu ketika Pak RT menelpon wanita itu untuk mengingatkan bahwa apa yang dilakukannya adalah salah, namun bukannya sadar dan berbenah diri wanita itu malah memaki-maki Pak RT dengan segala macam kata-kata kotor. Speechless medengarnya. Hanya bisa berharap bertemu dengan wanita itu dan memanggilnya "Hai pelacur..." agar dia tahu siapa dirinya yang salah telah mengganggu keluarga orang lain. .end ============= Apa yang akan terjadi jika Anda yang mengalaminya? Ini adalah gambaran kehidupan sosial masyarakat yang terjadi dan berapa banyak ibu-ibu yang harus menangis oleh wanita-wanita seperti ini? Berapa banyak keluarga yang harus terpecah belah oleh masalah-masalah seperti ini? Saya juga ingin memanggil wanita itu "hai JALANG!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H