Lihat ke Halaman Asli

Pecandu Sastra

Blogger dan Penulis

Sampai Kapan Kejahatan di Balik Topeng Agama Dibiarkan?

Diperbarui: 30 Juni 2024   13:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi oleh Gurusiana.

Lagi dan lagi, kembali kita dibuat geger oleh pelaku kejahatan dari balik topeng agama. Dua hari lalu, muncul sebuah berita yang menyebutkan 'oknum' Pengasuh Pondok Pesantren menikahi secara siri salah satu santriwatinya tanpa sepengetahuan orang tua santri tersebut.

Dikabarkan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada bulan Agustus 2023 lalu. Kasus yang melibatkan anak perempuan berusia 16 tahun ini terbongkar setelah masyarakat setempat ramai membicarakan isu kehamilan korban.

Mat Rohim selaku orang tua korban mengaku tidak tahu jika anaknya dinikahi oleh Heri, Pengasuh  Pondok Pesantren Habib Merah, meski dirinya sering bolak-balik ke pesantren - karena sang anak tidak pernah cerita. Ia justru mengetahui hal itu usai didatangi saudaranya karena banyak masyarakat yang membicarakan sang anak. Dan, setelah ia telusuri, hal itu benar - sang anak pun berkata demikian. Lagi-lagi 'oknum' merusak citra agama, berbuat bejat dari balik topeng agamanya. 

Peristiwa ini telah dilaporkan ke Polres Lumajang oleh pihak keluarga korban pada Mei lalu. Sayangnya, respon lambat dari kepolisian membuat pihak keluarga menaruh kecewa. Hingga kemarin orang tua korban didampingi Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak setempat kembali mendatangi Polres Lumajang guna mempertanyakan tindak lanjut laporan tersebut.

Baca: Perkenalkan Kecapi, Bubuy Bulan, dan Jaipong di Polandia, Harashta Raih Juara

Orang tua mana yang tidak hancur hatinya melihat puteri kesayangannya harus menanggung beban yang begitu berat. Dan rusak masa depannya oleh orang yang telah ia percayakan. Saya yakin korban tidak hanya dipaksa, tetapi juga diancam. Apalagi korban merupakan anak di bawah umur.

Mengapa aparat begitu lamban menangani kasus-kasus semacam ini. Bukti jelas, bahkan korban turut datang didampingi oleh keluarga. Apa karena mereka berasal dari latar belakang yang tak punya? Akhir ini kinerja kepolisian disorot oleh masyarakat luas, dari berbagai kasus, salah satunya kasus Vina Cirebon. Hingga banyak masyarakat yang jadi mempertanyakan kredibilitas dan kinerja kepolisian. Apalagi banyak kasus yang harus menunggu viral terlebih dahulu baru ditindaklanjuti.

Saya jadi teringat dengan kasus-kasus serupa yang mengatasnamakan agama. Tidak usah jauh-jauh, tahun lalu kita juga digemparkan oleh kasus Pondok Pesantren Al-Zaytun yang ajarannya menyimpang jauh. Bahkan sudah viral saja pihak berwajib lambat menanganinya. Dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) hingga yang memiliki hak utama (Kepolisian) pun seakan mengulur waktu untuk segera menangkap pelaku. Padahal sudah jelas bukti-buktinya.

Baca: [Kontribusi dan Dedikasi] Pendiri Yayasan Puteri Indonesia Raih Kartini Award


Mengapa begitu susahnya aparat menangkap dan mengadili para pelaku yang berlindung di balik topeng agama dan merusak citra agama di tengah masyarakat kita yang mayoritas beragama Islam ini?

Bagaimana nasib anak-anak yang ingin belajar agama dengan tulus, jika rasa was-was terus bermunculan tiap saat mendengar perbuatan dari para munafik bertopeng agama? Jangan sampai masyarakat menjadi takut dengan lembaga pendidikan berlatar belakang agama, karena kasus demikian terus dibiarkan. 

Aparat harus segera tegas dan bertindak menjadi garda terdepan! Semoga tidak lagi ada lagi orang-orang bejat di balik topeng agama yang memanfaatkan kekuasaannya dengan mengatasnamakan agama serta berlindung di bawah dasar Islam untuk mencari aman.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline