Lihat ke Halaman Asli

01, 02, atau 03?

Diperbarui: 15 Mei 2023   14:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam yang tak berpemilik, kugunakan untuk merebahkan diri di tempat tidur hingga kantuk menghanyutkan. Kepulan asap hitam semprong yang diberikan saudagar kaya kemarin, menari-nari menemani sampai ku terlelap dalam tidur. 

Dinding kamar yang terbuat dari bilik bambu kembali bersiul kencang seperti malam yang sudah-sudah, hembusan siulan itu sedikit memaksaku tidur bak janin, kaki tertekuk meringkuk sembari merapatkan jepitan kedua paha tempat persembunyian tanganku. Jangan pernah bertanya kepadaku kenapa aku tidak memakai selimut?.

Embun pagi membangunkan ku dari tidur, cahaya semprong usang masih tetap terjaga. Kupadamkan dengan tiupan kecil, sambil mengucap terimakasih telah mengusir gelap yang terkadang membuatku susah tidur. Sinar mentari yang melahirkan cahaya mengintip dari celah-celah kecil namun tak terhitung jumlahnya. Ku beranjak dari kasur tua yang mungkin usianya 10 kali lipat lebih tua dari usiaku, menuju dapur untuk memasak air demi secangkir kopi yang juga diberikan saudagar kaya dari kota bersamaan ketika memberiku semprong usang. Ku ambil ranting kering yang 3 hari lalu sudah dikumpulkan, lalu kusuapi api kecil dengan ranting itu agar bisa cepat besar. Segara ceret yang sudah berisi air kuletakkan tepat dimulut api yang sudah menganga, aku sudah tidak sabar untuk menikmati kopi hangat di pagi hari, setelah terakhir kali 2 bulan lalu aku bisa meminumnya. Jangan pernah bertanya kepadaku, kenapa butuh waktu selama itu agar aku bisa menikmati seduhan kopi?

Matahari sudah menunjukkan diri dengan sempurna, jarum jam sudah mengarah tepat ke angka delapan. Secangkir kopi belum juga habis, aku tak sanggup menghabiskannya dengan sekali tegukan. bukan tidak bisa, hanya saja aku ingin menikmati kemesraan setiap tetesannya bersama pagi yang cerah.

"tok....tok....tok, Assalamualaikum." Suara ketukan pintu dan suara Rasman terdengar memanggil dari luar.

Rasman adalah teman akrabku, aku sudah mengenalnya lebih dari setengah usiaku lamanya. Nasibnya hampir sama dengan nasibku, kemarin dia bercerita sudah hampir 3 bulan dia sudah tidak meminum kopi dipagi hari. Ya cerita itu cukup membuktikan kalau nasib kami sama, barangkali dia lebih parah. Mungkin karena kesamaan itulah kami bisa berteman sampai sekarang.

"waalaikumsalam, iya sebentar." Kutinggal kopi nikmat yang tersisa beberapa tetes itu, lalu ku bukakan pintu untuk Rasman.

"tumben pagi-pagi kemari, ada apa?"

 "lah kamu lupa ya, hari ini ada undangan yang harus kita hadiri."

 "undangan siapa?, aku lupa." Timpal ku dengan pertanyaan

"saudagar kaya dari kota, mengadakan acara di balai desa. Semua orang desa diundang."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline