Lihat ke Halaman Asli

Laily NurAzizah

Si perempuan Sulung yang ingin membuktikan takdirnya

Implementasi Anti-Rasisme di Indonesia dalam Kehidupan Berbangsa

Diperbarui: 25 November 2023   16:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 

Senin, 25 Mei 2020 menjadi titik awal kerusuhan dan kegegeran terkait isu rasisme dunia baru-baru ini. Pandemi covid 19 seakan hilang tergantikan oleh keramaian demonstran Amerika Serikat khususnya di NYC untuk menuntuk keadilan atas meninggalnya warga kulit hitam, bernama George Floyed. Tuntutan atas kematian ras kulit hitam tidak hanya dilakukan oleh warga AS, tetapi juga dunia ikut terlibat mulai kalangan biasa, artis holliwood dan pesohor dunia lainnya juga ikut menyuarakan tuntutannya baik di media sosial maupun turun langsung ke jalan. Tagar #Blacklivesmatter menjadi trending topik di beberapa media sosisal sebagai bentuk aksi antirasisme pada golongan ras kulit hitam. Aksi demo anti-rasisme di AS telah menghiraukan protokol sosial distancing bahkan beberapa waktu lalu ramai diperbincangkan mengenai penjarahan barang mewah di toko sekitar area demonstrasi seperti i phone, nike, dan   barang mewah lain.. Lalu yang menjadi pertanyaannya adalah, mengapa aksi anti-raisme tersebut justru menimbulkan pelanggaran HAM lainnya.  

Menurut KBBI, Rasisme adalah suatu bentuk diskriminasi sosial terkait sistem kepercayaan yang menganggap bahwa kedudukan suatu ras lebih tinggi dari ras lainnya. Rasisme yang dimaksud dalam artikel ini lebih ke arah ras kulit hitam. Paham dapat menyebabkan tindak kejahatan seperti ujaran kebencian, kekerasan, pembunuhan dan pelanggaran Hiuman rights lainnya. Masyarakat Indonesia memang sangat erat kaitannya dengan rasisme, bukan hanya pada ras kulit hitam, tapi juga dengan perbedaan agama, suku atau etnis. Kasus kemanusiaan yang pernah terjadi di Indonesia, seperti kerusuhan Ambon, Perang sampit, Pembantaian etnis Tionghoa 1998, dan lainnya. Berikut beberapa kasus rasisme yang menimpa masyarakat papua terutama pada mahasiswa papua.

  • Tindakan rasis terhadap Obby Kogoya
  • Obby Kogoya adalah mahasiswa Yogyakarta yang berasal Papua. Tindakan rasisme yang menimpanya terjadi pada 13 Juli 2016 oleh aparat kepolisian. Tindakan rasisme yang diterima berupa pemukulan, pennedangan dan penangkapan hanya karena ia mengikuti aksi protes terhadap suatu kebijakan.
  • Ujaran Rasisme terhadap tokoh papua
  • Natalius Pigai dan Frans Kaisiepo merupakan tokoh nasioanl yang berasal dari Papua. Pemerintah berinisiatif untuk mengabadikan  Frans Kaisiepo dalam nominal uang 10.000 rupiah emisi 2016. Namun, beberapa masyarakat Indonesia terutama masyarakat Melayu menolak hal tersebut, ujaran kebencian yang menyamakan mereka dengan maaf 'monyet' terlontarkan.
  • Bentrok Demo AMP di Malang
  • Melansir dari Kompas.com, pada tanggal 15 Agustus 2019 terjadi bentrok antara Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Malang. Aksi demo ditujukan untu memperingati perjanjian NewYork namun, aksi mereka tidak diizinkan. Menurut penuturan polisi, aksi demonstrasi tersebut sekaligus ingin menyuarakan kemerdekaan Papua sehngga berusaha untuk digagalkan.
  • Kasus Asrama Mahasiswa Papua
  • Masih hangat di telinga kita tepatnya 16 Agustus 2019, tindakan rasis tersorot media dan menarik perhatian masyarakat. Aparat negara dan sekelompok ormas melakukan tindakan rasis berupa ucapan hingga kekerasan akibat kesalahpahaman mengenai bendera merah putih yang jatuh ke selokan.  Penyelesaian dari kasus tersebut sangatlah diskriminatif, penangkapan hanya dilAkukan kepada provokator dengan hukuman yang ringan, adapun aparat justru dibebaskan. Bahkan mahasiswa yang melakukan protes dan pembelaan justru dihukum lebih berat.
  • Kasus Hoaks tewasnya mahasiswa Papua
  • Unggahan tewasnya mahasiswa Papua di Surabaya beredar pada 19 Agustus  2019 di twiter. Unggahan tersebut menyatakan bahwa kematian mahasiswa disebabkan oleh pemukulan aparat negara. Nyatanya foto yang beredar merupakan korban kecelakan yang meninggal di Jayaura Utara, Papua.  

Kasus-kasus diatas merupakan segelintir kasus rasis yang tersorot media. mber 2019 terjadi kerushan besar di Papua menuntut balas atas tindakan rasis yang mereka terima. Hal ini menuntun kita kembali pada sejarah pada tahun 1965, munculnya   OPM (Organisasi Papua Merdeka) ingin memisahkan diri dari NKRI. Namun, dengan semangat perjuangan bangsa Indoenesia ahirnya Papua Barat bisa bersatu dengan Indonesia kembali.  

Rasisme dalam Perspektif ideologi Pancasila 

Perbedaan warna kulit, ras, etnis, suku, dan bangsa merupakan perbedaan biologis pemberian tuhan. Manusia tidak bisa memilih dengan ras apa mereka di lahirkan. Manusia memang berbeda secara fisik, namun kedudukannya tetaplah sama.  Pancasila tidak hanya sekedar tulisan simbolik, namun didalamnya terdapat kekuatan luar biasa sebagai jati diri serta pandangan hidup dalam berbangsa dan bernegara.  Menurut Putra (2019) dalam jurnalnya mengatakan bahwa pancasila meruapkan Intelegent choice yang menjuung tinggi perbedaan serta melindungi harkat dan martabat manusia. Kelima sila dalam pancasila telah mewakili sikap dalam menghadapi perbedaan agama, suku, ras, golongan dan pendapat menjadi kesatuan holistik. Berkaitan langsung dengan paham Rasisme, sila ketiga yang berbunyi "Persatuan Indonesia" telah mewakili perbedaan di Indonesia menjadi Bhineka Tunggal Ika. Perbedaan yang ada menjadi identitas dan kekuatan besar bagi bangsa Indonesia yang patut dijaga. Perbedaan warna kulit hanya perihal perbedaan bilogis mengenai tingkat melanin kulit.

            Kedudukan semua warga negara Indonesia sama baik secara sosial maupun hukum. Hak dan kewajiban warga negara sama dan tidak memandang warna kulit, semua berhak mendapatkan pelayanann soisal yang sama. Begitupun dengan pelayanan hukum dan pemerintahan, sesuai pasal 27 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi " Semua warga negara memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintah tanpa kecuali". Kebebasan pers saat ini memebri peluang besar bagi rakyat dalam menyuarakan ketidakpuasan atau ketidakadilan yang diterima terkait pelayanan pemerintah. Saudara kita di Papua memang sering menyuarakan tuntutannya, perlakuan rasisme sering mereka terima sikap dunia luar seakanemandang mereka rendah. Menilik lebih jauh dari segi pembangunan, pembangunan di luar Jawa terutama di Papua memang sangat jauh berbeda dengan Jawa, hal ni menjadi salah satu pemicu terjadinya isu makar maupun kerusuhan masyarakat Papua. Namun, beberapa tahun belakangan pemerintah berupaya menyamaratakan pembangunan seperti contoh berdirinya jalur transpapua.

            Sila kedua dalam pancasila yang berbunyi :Kemanusiaan yang adil dan beradab" mengandung makna bahwa setiap warga negara harus berperilaku sesuai tuntunan etika dan moral di Indonesia. Ujaran bullying, diskriminasi sosial, kekerasan rasisme sangat bertentangan dengan moral. Bangsa Inodnesia dikenal dengan keramahtamahannya, lalu terhadap saudara kita sendiri apakah pantas merendahkan mereka hanya karena perbedaan warna kulit?. Begitupun dengan sila keempat yang berbunyi "Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia". Makna sila ini tidak hanya merujuk pada peran pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya dengan berbagai fasilitas pelayan sosial. Saudara papua kita berhak menuntut ilmu, berhak mendapat gelar, dan berhak mengenal budaya luar. Kehadiran mahasiswa papua menjadi cerminan kesamarataan hak di Indonesia.

            Suara masyarakat Papua harus dihargai, jangan sampai aparat negara maupun masyarakat bertindak sewenang-wenang seperti pada beberapa kasuus yang penulis jelaskan di awal. Kebebasan pers dan berpendapat di Indonesia telah berjalan dan patut diperhatikan agar sesuai prosedur. Kejadian brutal atau ujaran tuntutan yang mengarah pada tindakan makar mungkin akibat ulah beberapa oknum atau karena kesalahpahaman. Pemerintah sangat berperan dalam menjaga keutuhan NKRI dari ancaman dalam negeri, jangan sampai Saudara Papua kita terlepas dalam rangkulan ibu pertiwi. Upaya pembersihan masyarakat dari sikap rasisime harus digiatkan. Begitupun dengan aparat sipil negara, TNI, Polri dan petugas pelayanan sosial harus memiliki sikap anti-rasisime sehingga kasusu rasial terhadap saudara Papua tidak terulang kembali. Nilai-nilai dalam pancasila haruslah dihayati maknanya, jiwa nasionalisme dan persatuan bangsa Inodnesia harus ditanamkan sejak dini. Tidak hanya sekedar menghafal dan memahami tetapi yang terpenting adalah implementasinya dalam dunia nyata.

 

Implementasi Sikap Anti-rasisme melalui pendidikan kewarganegaraan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline