Menurut Kementerian Kesehatan RI, stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya. Kurangnya gizi, umumnya disebabkan asupan yang tidak sesuai dengan kebutuhan anak.
Berdasarkan Riskesdas 2018, prevalensi balita stunting di Nusa Tenggara Timur (NTT) menempati posisi tertinggi se-Indonesia yakni sebesar 42,6 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata sebesar 30,8 persen.
Selain pertumbuhan terhambat, stunting juga mengakibatkan perkembangan otak anak tidak maksimal. Kemampuan belajar dan mental anak pun akan kurang sehingga prestasi di sekolah menjadi buruk.
Penanganan Stunting
Segala upaya telah dilakukan oleh pemerintah. Salah satunya oleh Dinas Kesehatan Provinsi NTT dengan bekerja bersama UNICEF yang diberi nama strategi Penanganan Gizi Buruk Terpadu (PGBT).
Penanganan yang dilakukan yakni pemberian makanan tambahan kepada bayi dan ibu hamil selama tiga bulan. Biaya yang digunakan diambil dari Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) yang ada di puskesmas.
Pada tahun 2019 Pemerintah Daerah Provinsi NTT dan Kabupaten/Kota menetapkan pilot project aksi konvergensi dan integrasi penurunan stunting di 60 desa di enam Kabupaten, yaitu: Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Belu, Sumba Barat, Sumba Barat Daya dan Alor.
Penurunan Prevalensi Stunting di NTT pada 2019
Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat (Dirjen Kesmas), dr. Kirana Pritasari, menyebutkan provinsi NTT mengalami penurunan prevalensi stunting sebanyak 9.1%, hampir 2% pertahun. Sedangkan untuk wilayah Kab. Timor Tengah Selatan (TTS), NTT, Bupati TTS, Epy Tahun stunting di TTS berkurang menjadi 52 persen atau sekitar 14 ribu sampai November 2019.
--
Kita patut bersyukur di NTT sudah mengalami penurunan prevalensi stunting. Menteri Kesehatan, Nila Moeloek memperkirakan prevalensi stunting akan terus turun 3 persen dan di tahun 2024 nanti angkanya bisa di bawah 20 persen. Sahabat, masa depan Indonesia ada pada anak-anak saat ini. Mari kita terus cukupi asupan gizi anak-anak di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H