Lihat ke Halaman Asli

Latihan Kini, Lincah Kemudian

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berlatih menuliskan gagasan menjadi sebuah cerita, bukan hanya persoalan tersampaikannya ide cerita namun juga soal imajinasi dan bahasa yang terolah apik, sehingga tulisan yang disajikan menjadi memikat, bak sepiring nasi goreng yang mengundang selera calon pelahapnya dengan aroma yang menggugah saliva dan penyajian yang eye catching. Istimewa. Ya, menjadikan cerita kita menjadi istimewa, bisa diwujudkan dari paragraf pertama.

Salah satu cara mebumbui kisah agar sedap aromanya adalah dengan penggunaan kalimat pembuka yang efektif dan mengundang rasa penasaran. Satu menit pertama seseorang membaca kisah adalah moment yang harus termanfaatkan dengan bijak. Apalah arti tulisan yang bagus di tengahnya maupun ending yang dahsyat jika tulisan kita sudah diletakkan pada paragraf-paragraf awal. Sayang sekali bukan? Itulah mengapa tadi saya katakan, menulis cerita tak cukup hanya dengan ide ciamik, namun juga kepandaian kita meramu kata amatlah berpengaruh untuk menggaet selera pembaca.

Bolehlah, awal-awal karir kepenulisan kita banyak belajar tentang penyampeian ide dengan berbagai cara. Kita olah kata agar semuanya dapat masuk dalam cerita. Lalu, tulisan polos tersebut kita rombak lagi menjadi cerpen yang manis. Bukannya apa-apa, jumlah karakter yang terbatas menuntut penulis untuk merangkum tulisannya menjadi tulisan yang paat, bukan bertele-tele. Padat, bukan berarti harus berat. Cobalah berlatih membuat kalimat-kalimat yang kedengarannya lebih ringan untuk dibaca, dengan ide yang sama. Jangan memaksakan diri memasukkan seluruh kosakata yang rumit dan asing, sementara pembaca kita jadi terganggu karenanya. Pakailah bahasa yang ringan dan mengalir. Sehingga pembaca betah nongkrongin tulisan kita tanpa eneg, meskipun sesungguhnya tema dan pesan yang ingin kita sampaikan lumayan berat.

Itulah gunanya seni menulis dalam karya fiksi. Membaca cerpen-cerpen bagus akan memperkaya kosakata kita sehingga jemaripun kian lincah menuliskan gagasan-gagasan yang ada dalam kepala. Banyak membaca, demikian yang sering disarankan pera penulis hebat kita yang sudah malang melintang di jagad sastra. Dengan membaca, pikiran kita akan terus di-refresh, meminimalisir kebuntuan dan menambah bobot dalam tulisan kita. Faqidusy sya’i laa yu’tih, yang tak punya apa-apa takkan bisa memberi. Jika cawan kita kosong, apa yang mau dituang?

Sering-sering berlatih dapat membumbungkan imajinasi kita. Menulislah seribu kata perhari, niscaya kemampuanmu kan berkembang dengan pesat. Menulis apa? Apa saja! Bisa jurnal pengalaman harian, potongan cerpen, potongan bab novel, puisi, artikel, bahkan hanya sekedar ide mentah(yang ditulis apa adanya). Tak masalah. Lambat laun tulisan kita akan lebih terarah. Jari ini perlu diasah untuk menulis dengan terus berlatih. Ketika memikirkan segelas jus jambu merah, coba ungkapkan dengan lebih indah. Misalnya, bagaimana runtutan kita mendapatkan buahnya, bagaiman membuatnya, sampai kita dapat meminumnya bersama seorang sahabat di suatu siang yang mengesankan. Cobalah untuk membayangkan tokoh kita bergerak menjalani perannya dengan baik, kemudian tuliskan dengan detail. Apa warna bajunya? Bagaimana nada bicaranya? Apa kebiasaan-kebiasaannya? Tuliskan saja, imajinasikan. Gunakan cara yang unik dalam memandang suatu hal. Gunakan kosakata yang jarang digunakan (tapi ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia). Pandai-pandailah menyusun percakapan dengan bahasa yang komunikatif dan ekspresif.

Akhirnya, kita dapat memaksimalkan latihan kita dengan menanamkan keberanian untuk dikritik. Share karya kita di jejaring sosial atau blog, lalu bukalah pintu selebar-lebarnya bagi pembaca kita untuk meberikan masukan. Kita akan mendapatkan mentor gratis dengan cara ini. Bisa jadi, komentar kritis dari pembaca dapat kita gunakan untuk perbaikan agar karya kita semakin mantap. Bisa juga dengan mencetak karya kita lalu edarkan kepada teman-teman untuk dikomentari. Pembaca yang baik tentu akan menunjukkan sisi kelemahan tulisan kita dengan objektif. Bersyukurlah jika mereka mau mengungkapkannya dengan jujur. Itu berarti, teman-teman kita mendukung kita untuk tumbuh. Mendorong kita untuk bekarya lebih baik lagi dengan tidak mengulangi kesalahan tersebut di kemudian hari.

Tekun adalah modal. Lapang dada menerima masukan adalah langkah awal keberhasilan belajar. Yakinlah, berlatih menulis satu paragraf hari ini adalah modal kesuksesan kita menuliskan satu buku tebal dikemudian hari.

Selamat berlatih, selamat berkarya.

Yo! Bismillah. Kita pasti bisa.

Ruang putih, 8 Mei 2012.

Ini aalah satu tulisan saya kala berlatih seribu kata per hari a la Tere Liye.

Meskipun noteini hanya berjumlah 650-an kata.=D

Semoga bermanfaat dan mohon masukannya ya..!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline