Lihat ke Halaman Asli

Coleta Mayella

Universitas Diponegoro

Analisis Kebebasan Berpendapat

Diperbarui: 8 Desember 2023   17:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kebebasan berpendapat adalah salah satu aspek penting dalam sistem demokrasi suatu negara. Hal tersebut juga berlaku di Indonesia. Namun pada kenyataannya, seorang pemuda bernama Bima dilaporkan ke kepolisian dengan tuduhan pelanggaran Pasal 28 ayat (2) UU No. 19 Tahun 2016, yaitu ujaran kebencian setelah Bima mengunggah sebuah video di platform TikTok dengan maksud menyampaikan keresahannya terhadap kondisi infrastuktur Provinsi Lampung. Kasus ini menimbulkan sebuah pertanyaan terhadap kondisi kebebasan berpendapat dalam sistem demokrasi di Indonesia. Kebebasan berpendapat seharusnya menjadi hak segala WNI sebagaimana diatur pada pasal 28E UUD 1945. Tindakan pelaporan ini berpotensi untuk menutup ruang aspirasi bagi masyarakat kepada pemerintah. Hal tersebut tidak mencerminkan asas kebebasan berpendapat yang seharusnya diterapkan di Indonesia. Pemerintah seharusnya terbuka terhadap kritik dan saran dari masyarakat sebagai orang-orang yang dipilih oleh masyarakat untuk memegang tanggung jawab dalam pemerintahan dan juga membantu pemerintah untuk bisa melihat pandangan baru dari sudut pandang masyarakatnya yang aktif serta mau ikut serta demi kemajuan bangsa. 

Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi demokrasi dan hak kebebasan berekspresi dan berpendapat. Demokrasi berasal dari kata demos dan kratos. Dua kata ini berasal dari bahasa Yunani Kuno yang memiliki arti rakyat untuk demos dan kekuasaan untuk kratos. Demokrasi dapat diartikan dengan kekuasaan rakyat. Menurut Abraham Lincoln, demokrasi merupakan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Berdasarkan pandangan Lincoln, konsep "pemerintahan oleh rakyat" menekankan pentingnya partisipasi rakyat dalam memilih para pemimpin dan berperan dalam keputusan-keputusan politik. Kemudian, konsep "pemerintahan untuk rakyat" menunjukkan bahwa pemerintahan wajib melayani kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Demokrasi berperan sebagai sarana untuk melindungi hak-hak serta kepentingan rakyat, dan mempromosikan kesejahteraan rakyat.

Dalam kehidupan masyarakat yang tidak terlepas dari perkembangan teknologi, terdapat media yang berfungsi sebagai pusat atensi dalam kehidupan bermasyarakat saat ini. Melalui media, hal terkait informasi, pandangan, dan wacana dapat diutarakan dengan lebih mudah. Media hadir dengan tujuan menyediakan ruang di mana publik dapat berinteraksi dan terlibat secara leluasa terkait hal-hal yang menyinggung keprihatinan atau keresahan publik, khususnya di Indonesia yang merupakan negara demokrasi. Dalam rangka menjaga kebebasan berpendapat dan berekspresi, negara demokrasi diharapkan dapat melindungi hak-hak individu, mempromosikan kebebasan yang independen, memfasilitasi akses yang adil terhadap informasi, serta memastikan bahwa seluruh aspirasi dan kritik masyarakat didengar dan dihargai dalam proses pengambilan keputusan. Seiring dengan perkembangan teknologi, media tidak hanya membuat informasi dunia bisa diakses secara lokal, tetapi juga menciptakan sebuah bentuk partisipasi baru di mana setiap orang dapat terlibat dalam setiap isu global, contohnya adalah memfasilitasi masyarakat dalam memenuhi hak-hak yang dimilikinya yaitu hak kebebasan berekspresi dan berpendapat. 

Kebebasan berekspresi dan berpendapat merupakan aspek yang diperlukan untuk mewadahi ide, gagasan gagasan, pemikiran, serta sikap agar memastikan berjalannya proses-proses demokrasi. Kebebasan berekspresi dan berpendapat termasuk kedalam hak-hak asasi yang melekat pada setiap orang. Hak Asasi Manusia merupakan hak yang melekat pada diri seseorang yang sudah ada sejak lahir. Konsep HAM dalam kebebasan berpendapat dan berekspresi tertuang dalam Konstitusi Indonesia yakni Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat", Pasal 28F "Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia". 

Dalam Universal Declaration of Human Rights, "Everyone has the right to freedom of opinion and expression; this right includes freedom to hold opinion without interference and to seek, receive, and impart information and ideas through any media and regardless of frontiers". Kebebasan berekspresi dan berpendapat tidak dibatasi oleh media apapun, tetapi kebebasan berekspresi dan berpendapat memiliki tanggung jawab dan dibatasi oleh hukum yang dibutuhkan untuk menghormati hak yang dimiliki orang lain, perlindungan keamanan negara, kesehatan dan moral publik berdasarkan Pasal 19 ayat (3) ICCPR. Pasal 20 ayat (2) ICCPR menyatakan tentang pembatas kebebasan berekspresi dan berpendapat apabila kebebasan berekspresi tersebut dalam bentuk tulisan, gambar, atau audio yang berisi propaganda, ujaran kebencian atas dasar ras, agama atau tindakan diskriminasi lainnya. Hal ini sejalan dengan Konstitusi Indonesia yang diatur dalam pasal 28J ayat (2) UUD 1945.

Salah satu contoh penggunaan hak kebebasan berekspresi dan berpendapat terdapat pada kasus penyampaian opini dan kritik terkait keresahan masyarakat melalui fasilitas media demokrasi yaitu TikTok yang dilakukan oleh seseorang bernama Bima. Pada konten yang diunggah, Bima menyampaikan kekecewaan terhadap kondisi kota Lampung sebagai kota asalnya yang tidak tampak mengalami kemajuan. Beberapa hal yang ditekankan dalam kontennya terkait opininya adalah infrastruktur yang kurang memadai, proyek pembangunan besar yang terhenti, kecurangan dalam sistem pendidikan, ketergantungan Lampung terhadap industri pertanian, sampai dengan tata kelola birokrasi yang berada di kota Lampung. Namun, konten terkait penyampaian keresahannya tersebut justru mengakibatkan Bima dilaporkan ke Polda Lampung terkait dengan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan tuduhan atas penyebaran kebencian yang mengandung SARA terhadap pemerintah Lampung.

Artikel ini dimaksudkan untuk melakukan analisis kebebasan berpendapat sebagai salah satu perspektif demokrasi, penulis mengambil salah satu studi kasus yakni terkait dengan kritik dari Bima melalui media sosial TikTok terhadap Pemerintah Provinsi Lampung. Penulisan artikel bertujuan untuk mendorong refleksi kritis masyarakat akan pentingnya kebebasan berpendapat untuk memperluas ruang aspirasi dalam berbagai pandangan sebagai hak yang seharusnya dijamin oleh undang-undang. Oleh karena itu, paper ini memungkinkan pembaca agar lebih memahami, mengeksplorasi, serta menganalisis bagaimana kebebasan berpendapat berperan dalam menjaga dan memperkuat sistem demokrasi.

Metode penelitian

1. Studi Literatur

Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi literatur. Metode studi literatur adalah serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat, serta mengelola bahan penelitian (Zed, 2008:3). Metode ini diterapkan dengan membaca, mempelajari, dan mengkaji literatur-literatur yang berkaitan dengan topik yang dipilih penulis dan berkorelasi dengan pendidikan kewarganegaraan (Faisal, 2008:30). Hasil penelitian dari studi literatur dapat dijadikan masukan dan landasan dalam menjelaskan dan merinci masalah-masalah dari topik yang diambil. Penulis memanfaatkan metode studi literatur sebagai landasan untuk menentukan kronologi dan mengembangkan analisis berdasarkan kajian literatur yang berhubungan dengan kewarganegaraan.

2. Pengumpulan Data

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline