Lihat ke Halaman Asli

Dimana Rasa Syukur Kita

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

bangun tiap hari selalu siang, sarapan roti minumnya susu hemm enaknya

kerja di ruang ber AC, kursi empuk, koneksi internet gak putus satu lagi facebook selalu update

makan siang tinggal order, mau telpon2an dari kantor pulsa gak pernah terhitung

rizki lancar tiap bulan, fasilitas lengkap, kerjaanya dateng kantor tidur sama sidang pari porno

hampir tidak pernah memikirkan orang di sekitarnya yang belum beruntung secara kehidupanya, apalagi beramal untuk orang yang sedang membutuhkanya

dimana letak jiwanya sebagai orang yang di beri kesempurnaan, sedikit sekali rasa syukurnya atas nikmat yang telah di terima setiap bulanya

pernahkah terlintas di benak kita seketika melihat anak jalanan, pengamen, pengemis, pemulung?

Anak jalanan itu kotor, kumuh, bodoh, dan nakal itu pasti sekilas dalam pikiran kalian, tapi menurut saya pemikiran seperti itu salah, karena tidak ada rasa kemanusiaanya

Memang sekilas yang kita lihat anak jalanan itu ya seperti itu, tapi kita lihat di sisi lain mereka harus bangun subuh2 tanpa memikirkan sarapan

jalan sepanjang jalan tanpa peduli terik panas matahari, dalam hatinya berdoa agar dapat rizki guna memenuhi nafkah diri untuk makan satu hari berjalan, untuk besok ya bagaimana usaha besok

tiap hari mereka harus melawan kehidupan yang sangat kejam apalagi kehidupan di ibukota Jakarta tidak mengenal teman atau kawan yang ada hanyalah lawan.

Sekali saya mendekati dan tanya2 sama anak jalanan di terminal blok m, anak itu bilang kelas 3 sd dia ngamen pake botol minuman plastic yang di isi beras

Saya tanya kenapa sih kamu kok ngamen, kenapa kamu gak main di rumah aja kenapa, kenapa, bla bla bla saya tanya..

Dia jawab “ buat sekolah sisanya buat jajan” kamu sekolah mau jadi apa? Mau jadi presiden.

Subhanallah anak kecil mempunyai pemikiran seperti itu mencari uang untuk biaya sekolahnya sendiri dan uang untuk jajan, anak kecil tidak bisa bohong apa yang dia ucapkan adalah gambaran isi hatinya

Tiap harinya mereka lakukan dari pagi hingga malam tanpa mengenal batas waktu, tidak ada istilah 8 jam kerja sehari

Dan itu mereka mampu melewati rintangan2nya tanpa mengenal kata “putus asa” dasar dalam hati mereka adalah “keikhlasan” dan rasa “syukur” apa yang telah mereka dapat.

Bagaimana dengan kita?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline