Nina bobo oh nina bobo
Kalau tidak bobo digigit nyamuk
Bobolah bobo adikku sayang
Kalau tidak bobo digigit nyamuk
Lagu Nina Bobo tak asing bagi Alfred Munzer. Selama empat tahun Mima Saina, pengasuh anak keluarga Indonesia di Belanda mendendangkan lagu pengantar tidur tersebut. Mima bekerja di keluarga Tole Madna. Bagi Alfred, Mima adalah pahlawan yang mengagumkan. Ia ia tidak bisa berbahasa Belanda, tidak bisa membaca dan menulis. Namun Mima berhati emas.
Setiap pagi ia berjalan berkilo-kilo meter mendapatkan susu untuk Alfred. Mima melakukan berbagai cara untuk melindungi Alfred, seperti menyembunyikan pisau di bawah bantal menjelang tidur malam untuk berjaga-jaga dalam situasi yang membahayakan atau membawa Alfred ke loteng saat tentara datang.
Alfred lahir di Belanda, 23 November 1941. Persalinannya dibantu perawat. Saat itu tak satupun dokter yang bersedia membantu ibunya lantaran label Yahudi yang melekat padanya. Dalam penguasaan Nazi, ayah Alfred mencari cara untuk menyelamatkan hidup keluarganya. Ia menitipkan dua kakak perempuan Alfred ke tetangga. Sementara itu ia menyamar sebagai pasien rumah sakit jiwa dan istrinya bergabung sebagai perawat, profesi yang sungguh dibutuhkan dalam masa perang.
Bagaimana dengan Alfred? Alfred yang saat itu berusia sembilan bulan dititipkan kepada seorang perempuan Belanda. Namun perempuan tersebut memilih menyerahkan Alfred ke mantan suaminya. Demi alasan keamanan, Alfred berganti nama menjadi Bobby. Nama tersebut dipilih sebab anak bungsu Madna bernama Robby. Pengucapan yang mirip diharapkan tidak membuat tetangga curiga akan keberadaan seorang bayi di rumah Madna. Kala itu perburuan orang Yahudi menjadi target utama Jerman.
Alfred mengenang kebersamaan dengan keluarga Madna merupakan memori yang tak terlupakan. Papa Madna berkorban banyak untuknya. Menerima keberadaan bayi Yahudi dengan taruhan keselamatan keluarganya. Ia menganggap Alfred seperti anaknya sendiri. Demikian pula dengan tiga anak Papa Madna. Hingga di usia empat tahun, ibu Alfred datang. Nazi berhasil ditaklukkan. Ia ingin berkumpul dengan anaknya. Saat itu semua anggota keluarga Madna berkumpul membentuk lingkaran.
Alfred kecil bergiliran dipangku dari satu orang ke orang lain. Ia tak merasakan apapun sampai di pangkuan terakhir yaitu ibunya, Alfred berontak. Ia merasa asing, tak mengerti apapun. Bagi Alfred, Mima adalah ibunya. Sayangnya sosok spesial di mata Alfred itu meninggal dua bulan kemudian. Mima telah mempertaruhkan nyawanya untuk Alfred. Untuk itu ia sangat berterimakasih.
Pasca perang Alfred menyaksikan di sekitarnya, anak yang kehilangan ayah atau ibu yang kehilangan keluarganya. Berjalannya waktu Alfred dan ibunya bermigrasi ke Amerika Serikat. Ayah dan dua kakak perempuan Alfred yang berusia 6 dan 8 tahun meninggal di kamp konsentrasi. Guna menghadirkan sosok mereka yang tak dikenal Alfred, sang ibu tak bosan-bosannya bercerita. Ia juga menunjukkan sejumlah foto kepada Alfred.