Du'Anyam diambil dari bahasa Sikka, artinya ibu yang menganyam. Bagaimana bisnis Du'Anyam dijalankan? Du'Anyam berbasis di Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. UKM tersebut memproduksi dan memasarkan produk anyaman dari daun lontar.
Business Development&Sales Officer Du'Anyam Juan Firmansyah menjelaskan, Du'Anyam didirikan pada 2014. Latarnya adalah masalah kesehatan. Saat itu seorang ibu mengalami gangguan pada kehamilan keenamnya. Rumahnya berjarak 27 km dari puskesmas dengan akses yang sulit. Ibu itu tidak tahu waktu persalinan. Ia juga tidak punya cukup uang. Sehari-hari ibu itu bekerja di kebun tanpa terpikir melakukan pemeriksaan kehamilan. Hingga saatnya melahirkan ia harus ditandu. Di tengah jalan ibu itu mengalami perdarahan. "Tidak hanya satu ibu, juga beberapa ibu mengalami hal serupa," tutur Juan.
Du'Anyam memperoleh data perihal ibu dan anak yang mengalami kekurangan gizi kronis, adanya ketidakseimbangan antara asupan gizi dan kalori yang dikeluarkan. Apa penyebabnya? Ternyata ada persoalan sosial ekonomi di balik isu kesehatan. Masyarakat bergantung pada musim saat bertani. Kalau gagal panen mereka tidak mendapatkan apapun. Akses uang tunai juga sangat terbatas. Sistem barter masih terjadi. Makan saja sulit, apalagi kesehatan.
Penghasilan utama para ibu di Flores diperoleh dari bertani yang bergantung musim. Penghasilan tersebut hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Rata-rata seorang ibu berpenghasilan Rp 225 ribu per bulan. Selain harus mengelola ladang, mereka juga mengurus rumah. Pilihan pekerjaan memang tidak banyak. Sementara itu suami merantau ke desa lain untuk mencari nafkah. Adalah hal biasa menyaksikan ibu yang hamil 6 bulan bahkan 8 bulan masih pergi ke kebun dengan menempuh medan yang menanjak dan menurun.
Peningkatan Ekonomi
Berbanding terbalik dengan situasi tersebut, tim Du'Anyam menemukan fakta kemampuan menganyam yang belum dikembangkan. Padahal pohon lontar tumbuh subur dan bisa dipanen secara lestari. Selain itu adanya permintaan dari pasar nasional dan internasional yang cukup besar serta pasar kerajinan yang berkembang. Hal tersebut menandakan adanya akses pasar untuk kaum ibu.
Tim menemukan kearifan lokal berupa tradisi menganyam dari generasi ke generasi yang belum diberdayakan. Hanya golongan tua yang menjalankan aktivitas tersebut. Ada potensi menumbuhkan kearifan lokal dan sumber daya alam dengan akses market yang sudah ada. Selama ini problemnya adalah ketiadaan akses market. Tim Du'Anyam memberikan masukan dalam hal desain dan kualitas produk. "Semula hanya ibu berusia 60-70 tahun yang menganyam, sekarang kami berusaha mencari generasi muda. Tujuannya menambah orang yang menganyam," ujar Juan.
Du'Anyam bekerja bersama ibu usia muda hingga lanjut usia di enam kecamatan di Flores. Produk yang dibuat para ibu selanjutnya dibeli Du'Anyam dengan harga dua kali lipat. Selain mendapat penghasilan, mereka difasilitasi sarana kesehatan yang lebih baik seperti makanan tambahan. Tujuannya mengatasi problem nutrisi dan persiapan untuk kehamilan berikutnya. "Pendekatan yang kami lakukan adalah memberi arahan sehingga produk bisa diterima di market," kata Juan.
Harapannya dengan menganyam, para ibu memiliki akses uang tunai yang lebih mudah. Mereka tidak perlu repot-repot bertani menjelang persalinan, cukup menganyam di rumah. Penghasilannya mungkin lebih besar dibanding bertani. Tidak hanya peningkatan ekonomi, juga peningkatan gizi.
Keterlibatan di Asian Games
Di ajang Asian Games 2018 Du'Anyam berkesempatan tampil sebagai sebagai salah satu perusahaan pemegang lisensi merchandise. INASGOC sebagai penyelenggara event tersebut menilai produk Du'Anyam memenuhi standar mereka, dari segi kualitas, desain, dan pattern. Du'Anyam bersyukur atas kesempatan tersebut. Pasalnya masyarakat semaki mengenal produk anyaman dari Flores tersebut. Tentunya menjadi pemacu energi dalam berusaha. Total ada 20 item yang ditawarkan di Asian Games, diantaranya straw hat, luggage tag, cup sleeve, agenda cover, cable clip, dan bookmark. Tercatat 60 ribu pieces merchandise Du'Anyam habis terjual.