Tanggal 18 Agustus 2018 menandai dimulainya Asian Games ke-18. Situasinya tentu jauh berbeda dengan Asian Games ke-4 pada 1962 silam. Saat itu Indonesia baru 17 tahun merdeka. Apa saja jejak Asian Games 1962 yang masih ada sampai sekarang?
Pada 5 Agustus 2018 lalu Komunitas Ngojak mengadakan event 'Napak Tilas Asian Games 1962'. Sekitar 55 peserta menyusuri lima infrastruktur yang dibangun Presiden Soekarno guna menyambut Asian Games (AG) 1962, yakni Monumen Selamat Datang, Hotel Indonesia (HI), Jembatan Semanggi, Gelora Bung Karno (GBK), dan TVRI. Indonesia pertama kalinya menjadi tuan rumah AG 56 tahun yang lalu. AG diselenggarakan pada 24 Agustus-4 September 1962 di Jakarta. Olah raga di mata Soekarno merupakan salah satu alat unjuk gigi sebuah bangsa.
Simbol pertama, Monumen Selamat Datang yang berlokasi di tengah Bundaran HI. Monumen tersebut dibangun Soekarno dengan tujuan menjadikan Indonesia lebih dipandang oleh negara-negara lain. Pasalnya pada 1960-an Indonesia masih terbilang muda dibandingkan Amerika Serikat atau Uni Soviet. Soekarno memandang, untuk membesarkan nama Indonesia harus ada pembangunan fisik dan pembangunan karakter bangsa dalam bentuk olah raga, pendidikan, dan kebudayaan. Pada 1950-an sebelum diselenggarakan AG, Soekarno telah menggembar-gemborkan bahwa olah raga itu penting. Mens sana in corpore sano, dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat.
Monumen Selamat Datang, berupa patung sepasang manusia yang menggenggam bunga dan melambaikan tangan, disketsa oleh Henk Ngantung. Pada periode 1960-1964 beliau menjabat sebagai wakil gubernur DKI Jakarta. Selanjutnya pada 1964-1965 Henk menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta. Sebelumnya beliau adalah pelukis. Henk dipilih Soekarno untuk membuat sarana yang bersifat simbolik. Pasalnya Soekarno sangat menyukai simbol.
Pelaksana pembuatan patung adalah pematung istana Edhi Soenarso. Monumen Selamat Datang menggambarkan gelora dan semangat yang mewakili pemuda Indonesia dalam menyambut kedatangan tamu dan atlet AG. Patung tersebut menghadap ke Bandara Kemayoran yang merupakan akses 1.460 atlet dari 17 negara. Kala itu belum ada Bandara Halim Perdanakusuma dan Bandara Soekarno-Hatta. Monumen Selamat Datang diresmikan Soekarno pada 1962.
Salah satu dampak pembangunan infrastruktur AG 1962 adalah perubahan sejumlah kampung, seperti Kampung Besar, Kebon Melati, Kebon Kacang, Kebon Sayur, Kebon Jati, dan Kebon Kosong menjadi jalan besar. Jalan tersebut menjadi penghubung dari Bandara Kemayoran. Fakta tersebut mengartikan semua bangunan di tengah kota Jakarta pada masa itu adalah perkampungan yang menghasilkan sayur dan buah sebagai konsumsi untuk masyarakat Jakarta .
Guna mendukung persiapan perhelatan AG 1962, Soekarno membentuk Dewan Asian Games Indonesia (DAGI). Tugas dewan tersebut adalah menjamin hasil yang dapat mengharumkan nama Indonesia dalam AG dan memusatkan segala kegiatan olah raga di seluruh Indonesia melalui pembentukan tim yang sekuat-kuatnya. Saat Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah AG, dalam waktu empat tahun Indonesia harus mengebut pembangunan infrastruktur. Pada AG 2018 DAGI tak ubahnya Indonesia Asian Games 2018 Organizing Committee (INASGOC).
Kepribadian Bangsa
Simbol kedua, HI yang sekarang menjadi Hotel Indonesia Kempinski. Arsitektur HI hampir mirip dengan Masjid Istiqlal. Sebelumnya Wakil Presiden Mohammad Hatta ingin Masjid Istiqlal dibangun di lokasi berdirinya HI. Namun ide tersebut ditolak Soekarno. Beliau menginginkan Masjid Istiqlal dibangun di lokasi saat ini yang merupakan simbol kolonialisme.
Berseberangan dengan HI tampak Wisma Nusantara. Pembangunan gedung tersebut atas ide Soekarno menggunakan biaya pampasan perang Jepang. Berdasarkan Perjanjian San Fransisco tahun 1951 yang digagas Amerika Serikat (AS) sebagai pemenang, Jepang wajib memberikan kompensasi kepada negara-negara yang pernah dijajahnya, termasuk Indonesia.
Selain Wisma Nusantara, pampasan perang Jepang digunakan untuk membangun beberapa proyek seperti Sarinah, Samudra Beach Hotel, Hotel Bali Beach, dan Jembatan Ampera. Soekarno menempatkan HI berdekatan dengan Sarinah sebagai pusat perbelanjaan modern pertama di Jakarta dan Wisma Nusantara yang berfungsi sebagai kantor. Bisa dibayangkan masyarakat Indonesia yang saat itu masih miskin dihadapkan dengan ambisi besar Soekarno.