Lihat ke Halaman Asli

Ignasia Kijm

Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

Du'Anyam, Kisah Sukses UKM Indonesia di Asian Games 2018

Diperbarui: 25 Agustus 2018   03:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kipas anyaman, salah satu merchandise Asian Games yang diproduksi Du'Anyam. (foto dokumentasi pribadi)

Ada anggapan produk UKM tidak mungkin tampil di event internasional. Namun Du'Anyam membuktikan bahwa produknya mampu unjuk gigi di Asian Games 2018. 

Demikian ungkapan Business Development&Sales Officer Du'Anyam Juan Firmansyah pada diskusi dengan tema 'UKM Menangkap Peluang Asian Games 2018'.  Acara yang diselenggarakan pada 15 Agustus 2018 oleh Kementerian Koperasi dan UKM tersebut juga menghadirkan Direktur Utama LLP-KUKM Emilia Suhaimi dan Direktur Merchandise INASGOC Mochtar Sarman. Du'Anyam terpilih menjadi salah satu perusahaan pemegang lisensi merchandise Asian Games 2018 oleh INASGOC.

Juan menjelaskan, Du'Anyam diambil dari bahasa Sikka, artinya ibu yang menganyam. Bagaimana bisnis Du'Anyam dijalankan? Du'Anyam berbasis di Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. UKM tersebut memproduksi dan memasarkan produk anyaman dari daun lontar.

Du'Anyam didirikan pada 2014.  Latarnya adalah masalah kesehatan. Seorang ibu mengalami gangguan pada kehamilan keenamnya. Rumahnya berjarak 27 km dari  puskesmas dengan akses yang sulit. Ibu itu tidak tahu waktu persalinan. Ia juga tidak punya cukup uang. Sehari-hari ibu itu bekerja di kebun tanpa terpikir melakukan pemeriksaan kehamilan. Hingga saatnya melahirkan ia harus ditandu. Di tengah jalan ibu itu mengalami perdarahan. "Tidak hanya satu ibu, juga beberapa ibu mengalami hal tersebut," tutur Juan.

Du'Anyam  memperoleh data perihal ibu dan anak yang mengalami kekurangan gizi kronis, adanya ketidakseimbangan antara asupan gizi dan kalori yang dikeluarkan. Apa penyebabnya? Ternyata ada persoalan sosial ekonomi di balik isu kesehatan.

Penghasilan utama para ibu di Flores diperoleh dari bertani yang bergantung musim. Penghasilan tersebut hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Rata-rata seorang ibu berpenghasilan Rp 225 ribu per bulan. Selain harus mengelola ladang, mereka juga mengurus rumah. Pilihan pekerjaan memang tidak banyak. Sementara itu suami merantau ke desa lain untuk mencari nafkah. Adalah hal biasa menyaksikan ibu yang hamil 6 bulan bahkan 8 bulan masih pergi ke kebun dengan menempuh medan yang menanjak dan menurun.

Berbanding terbalik dengan situasi tersebut, tim Du'Anyam menemukan fakta kemampuan menganyam yang belum dikembangkan. Padahal pohon lontar tumbuh subur dan bisa dipanen secara lestari. Selain itu adanya permintaan dari pasar nasional dan internasional yang cukup besar serta pasar kerajinan yang berkembang. Hal tersebut menandakan adanya akses pasar untuk kaum ibu.

Du'Anyam mencoba menghubungkan kearifan lokal dengan SDM yang ada. Mereka memberdayakan para ibu dan memberikan pelatihan seperti pengembangan desain atau kualitas produk. Du'Anyam bekerja bersama ibu usia muda hingga lanjut usia. Produk yang dibuat para ibu selanjutnya dibeli Du'Anyam dengan harga dua kali lipat. Selain mendapat penghasilan, mereka difasilitasi sarana kesehatan yang lebih baik seperti makanan tambahan. Tujuannya mengatasi problem nutrisi dan  persiapan untuk kehamilan berikutnya. "Pendekatan yang kami lakukan adalah memberi arahan sehingga produk bisa diterima di market," kata Juan.

Keterlibatan Du'Anyam sebagai salah satu perusahaan pemegang lisensi merchandise Asian Games 2018 semakin menyemangati para ibu untuk menganyam. (sumber foto: www.instagram.com/duanyam)

Juan memaparkan, Asian Games adalah salah satu event yang sangat bergengsi terlebih Indonesia menjadi tuan rumah. Tim Du'Anyam mendatangi INASGOC hanya dengan modal nekad dan keberanian. Tidak ada satu pun orang yang dikenal. Saat itu mereka hanya membawa beberapa sample produk yang dibuat ala kadarnya sebagai representasi. INASGOC menanggapi positif sembari memberikan beberapa input terkait produk. Du'Anyam memandang hal tersebut sebagai tantangan. Mereka telah menunjukkan kemauan yang terbaik tapi belum diiringi dengan kualitas produk.

Selanjutnya Du'Anyam mendatangi  kembali INASGOC. Dalam penilaian INASGOC  produk hampir 100% memenuhi kualitas. Pasalnya  mereka menetapkan standar kualitas dan guidance yang sangat tinggi dari segi desain hingga pattern. Du'Anyam bersyukur atas kesempatan yang diberikan INASGOC. Tentunya menjadi pemacu energi dalam berusaha. Dahulu kapasitas produksi Du'Anyam di bawah 1.000 pieces. Kini mereka mampu memproduksi 20 ribu sampai 40 ribu pieces untuk official merchandise Asian Games 2018. Total ada 20 item, diantaranya straw hat, luggage tag, cup sleeve, agenda cover, cable clip, dan bookmark dengan harga berkisar Rp 35 ribu sampai Rp 200 ribu.

Juan mencontohkan straw hat dengan material pandan yang dikombinasikan dengan pattern Asian Games. Tantangannya adalah menampilkan desain Asian Games agar terlihat lebih bright. Ada pula kipas anyaman yang sangat berguna menghalau panas saat menonton pertandingan di Asian Games. Keterlibatan Du'Anyam sebagai salah satu perusahaan pemegang lisensi merchandise Asian Games 2018 semakin menyemangati para ibu untuk menganyam. Dalam prosesnya Du'Anyam bekerja sama dengan 17 desa yang memiliki 150 ibu penganyam. Anyaman dalam bentuk tikar yang dikirim dari Flores ke Jakarta bisa mencapai 2.000-3.000 lembar setiap bulannya. "Tentunya meningkatkan income mereka sebanyak 40%," tutur Juan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline