Lihat ke Halaman Asli

Ignasia Kijm

Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

Anak Muda sebagai Penggerak Bangsa

Diperbarui: 13 Juni 2018   02:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kontribusi anak muda kepada bangsa ini sangat dibutuhkan. (Sumber foto: Instagram @dimas_okynugroho)


Menghadapi banjir informasi, dua pakar media Bill Kovach dan Tom Rosenstiel memperkenalkan metode 'cara untuk mengetahui secara skeptis'. Tujuannya menemukan kebenaran. Periksa dan pertanyakan dengan cermat kelengkapan sebuah berita dalam berbagai aspeknya, seperti kredibilitas sumber informasi hingga kelengkapan bukti.

Demikian salah satu intisari buku 'Anak Muda & Masa Depan Indonesia' yang dieditori founder Kader Bangsa Fellowship Program Dimas Oky Nugroho. Pernyataan dua pakar tersebut sejalan dengan konsep berpikir kritis yang digagas ilmuwan David G. Myers. Berpikir kritis itu membongkar nilai-nilai yang tersembunyi sampai menguji kesimpulan dalam proses bernalar. Kemampuan tersebut sangat fundamental bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Mudahnya masyarakat mempercayai berbagai berita hoax merupakan bukti lemahnya tradisi berpikir kritis yang berakar pada pola pembelajaran selama belasan tahun. Ketergantungan siswa secara berlebihan kepada guru harus diubah menjadi pola pembelajaran yang benar-benar bertumpu pada siswa. Hoax adalah ekses dari kelimpahan informasi yang dapat dilawan dengan kemampuan berpikir kritis dalam pola pembelajaran. 

Berbicara mengenai anak muda yang menguasai demografi Indonesia. Jumlah tersebut akan terus meningkat pada 2045. Saat itu anak muda akan menjadi motor dari proses pembangunan. 

Siapapun pemimpinnya, siapapun pemerintahannya, siapapun presidennya, anak muda jangan menjadi penonton dari proses globalisasi. Tantangan terbesarnya adalah saat ini  berbagai pihak menggembar-gemborkan revolusi industri 4.0. Dikhawatirkan usia kerja akan sulit tertampung dalam sektor industri dan ekonomi yang tiada hentinya.

Menjadi pekerjaan rumah untuk pemerintah dalam memikirkan nasib anak bangsa. Partisipasi anak muda yang sudah baik jika belum dibiasakan dengan kondisi sosial ekonomi akan menggiring mereka menjadi penonton. Tidak semua anak muda memiliki kemampuan, kapasitas, knowledge, dan skill yang baik sebagai syarat memasuki revolusi industri 4.0. Oleh karena itu hal-hal tersebut perlu dipersiapkan.

Harus menjadi concern kita bersama, jangan menjadikan generasi millenial sebagai komoditas politik yang tidak merefleksikan dan merepresentasikan kebutuhan, semangat dan aspirasi anak muda. Selama ini generasi millenial hanya dilihat sebagai potential voter tapi tidak ada kebijakan yang memperjuangkan nasib mereka ke depannya. Buku 'Anak Muda & Masa Depan Indonesia' melatari pemikiran tersebut.

Menjadi bangsa yang besar, maju, adil, mandiri, dan sejahtera merupakan agenda reformasi. Perlu diperhatikan polarisasi partai yang tidak hanya menjadi persoalan satu kelompok dalam sebuah negara bangsa yang majemuk. Hal tersebut juga menjadi persoalan pengelola politik di negeri ini untuk mampu memastikan terjaminnya hak-hak dasar dari seluruh warga negara secara adil dan merata.

Anak muda dijamin tidak memiliki trauma politik masa lalu, melainkan membangun politik jaman now yang kolaboratif, inklusif, dan tanpa intrik, intimidasi atau drama. Politik yang mencerahkan, memberdayakan, merangkul, dan bermanfaat bagi seluruh anak muda. Dengan demikian mereka mampu menjadi warga bangsa yang unggul. Pengelola sosial ekonomi harus menjamin pemerataan tidak sekadar jargon, tapi mampu diselesaikan secara baik.

Siapapun yang menjadi pemimpin, siapapun yang menjadi presiden ke, agenda anak muda harus diselesaikan bersama. Kesejahteraan umum adalah amanat konstitusi yang harus diwujudkan secara adil dan merata. Kita ingin mencapai ekonomi kolaboratif yang berkeadilan, memberdayakan, dan berdaya saing. Ini menjadi aspirasi anak muda.

Kondisi saat ini oligarki dan mafia ekonomi menguasai sebagian besar rakyat Indonesia. Selama ini ekonomi masih berkonsentrasi di Jawa. Kita apresiasi upaya Presiden Jokowi yang telah membangun infrastruktur tapi masih banyak hal yang harus dikerjakan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline