Lihat ke Halaman Asli

Ignasia Kijm

Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

HarukaEdu, Online Learning yang Menjawab Permasalahan Pendidikan

Diperbarui: 3 Juni 2016   23:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kini meningkatkan jenjang pendidikan dimudahkan dengan HarukaEdu. (foto dokumentasi HarukaEdu)

Education is the most powerful weapon which you can use to change the world. -Nelson Mandela-

Saat ini segala lini kehidupan tak lepas dari  gadget. Internet pun menjadi andalan. Ojek online salah satu contohnya,  memudahkan  kita dalam bermobilisasi ke manapun. Hampir semua orang  telah menggunakan aplikasi ojek online tersebut. Tidak menutup kemungkinan kita bisa mengetahui  cara memperoleh ilmu secara online. Sebab ilmu bisa membantu kita mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

Orang yang sudah bekerja ingin memiliki  karier yang lebih tinggi. Namun  terkendala  pendidikan S1, S2, bahkan S3. Data Bank Dunia tahun 2012 menunjukkan terdapat tiga masalah pendidikan di Indonesia, yakni kurangnya kapasitas pendidikan tinggi (kapasitas yang dimaksud terkait dengan  kapasitas di perguruan tinggi yang berkualitas, contoh 3.000 orang yang memperebutkan satu kursi di perguruan tinggi negeri bergengsi), kurangnya kualitas pengajar (di satu sisi, pertumbuhan jumlah tenaga pengajar akan sangat pesat di  daerah-daerah di Indonesia. Namun di sisi lain tidak ada yang mau mengajar di daerah seperti Kalimantan atau Sulawesi karena kebanyakan bercita-cita tinggal di pusat), serta sulitnya mendapatkan pegawai untuk mengisi posisi manajamen atau supervisor dengan skill yang cukup.

Pada 2030 Indonesia akan menjadi negara dengan ekonomi terbesar nomor 6 di dunia. Di Indonesia  orang sangat memerlukan  gelar sarjana. Sementara  di luar negeri orang hanya melihat skill. Mereka yang memiliki gelar sarjana memiliki kesempatan yang lebih besar untuk mendapat pekerjaan yang lebih bagus. Itupun masih dilihat gelar sarjana dari universitas apa.  Masyarakat Ekonomi ASEAN memungkinkan  semua orang di  Asia Tenggara bekerja di mana pun. Jika tidak punya skill atau belum siap, siapa yang mau menerima. Sebaliknya  musuh dari Filipina atau Malaysia akan bekerja di sini, mengisi posisi supervisor yang sulit didapatkan. Itu harus siap diantisipasi. Sebelum orang lain yang mengancam pekerjaan kita, mari upgrade diri!

Sumber daya di Indonesia dibandingkan Malaysia dan Singapura masih kurang. Padahal potensi ekonominya semakin besar. (foto dokumentasi HarukaEdu)

Survei yang dilakukan terhadap 1.200 orang memperlihatkan 70% orang ingin kuliah. Hambatannya adalah mereka bekerja. Dari Senin sampai Jumat malam mengikuti kelas karyawan. Termasuk hari Sabtu harus kuliah. Setelah bekerja seharian dihadapkan dengan kemacetan menuju kampus. Apakah mereka tahan? Belum termasuk mereka yang jadwal kerjanya shift  pagi atau malam. Sulit  mencari celah.

Data dari Bank Dunia dan UNESCO menyebutkan mereka yang meluangkan waktu di pendidikan tinggi akan memiliki penghasilan lebih tinggi 15%-22% seumur hidupnya. Tahun 1995 ketika orang mengalami kenaikan penghasilan cenderung membeli mobil. Sekarang  semakin tinggi penghasilan, mereka ingin sekolah lagi. Itu trend  dunia yang akan ada di Indonesia juga.

Trend dunia pendidikan di seluruh dunia. (foto dokumentasi HarukaEdu)

Teknologi bisa dipakai di manapun, seperti teknologi  transportasi (Gojek atau Uber) atau teknologi  jual beli (Blibli atau Lazada).  Teknologi di dunia pendidikan itu seperti apa? Pendidikan  tidak bisa dihindarkan dari kemajuan teknologi. Internet sebagai sarananya. Apa trend dunia pendidikan di seluruh dunia? Satu, digital content. Dulu kuliah  kita bawa text book yang berat di tas. Kini ada smartphone atau tablet. Kedua, mass distribution. Contohnya Coursera dengan satu mata pelajaran yang bisa diikuti ribuan orang di seluruh dunia. Dengan demikian kuliah tidak perlu datang ke kampus.

Ketiga, personal library. Proses pembelajaran bisa disesuaikan dengan kebutuhan  masing-masing siswa. Contohnya, di kuliah biasa dalam satu kelas ada 25 sampai 40 siswa. Masing-masing dari mereka memiliki kemampuan yang tidak sama. Ada yang daya tangkapnya cepat, ada yang  lambat. Jika ada yang belum dimengerti bisa bertanya ke dosen. Berbeda dengan teknologi digital, dosen sudah merekam apa yang dibicarakan. Bisa diulang sendiri oleh siswa sampai ia paham. Dosen tidak protes, begitu pula dengan teman-teman.

Menantang

Di kelas karyawan, setelah seharian mengerjakan urusan kantor tidak fokus mengikuti perkuliahan. Berbeda dengan kuliah online, bisa belajar saat waktu kosong. Hal itu yang membuat faktor kualitas pendidikan online secara penelitian  terbukti sama bahkan lebih bagus dari pendidikan offline. Kuliah online tidak lebih mudah dibanding kuliah offline. Saat kuliah biasa kita bisa belajar mendekati ujian. Berbeda dengan  kuliah online setiap minggu dipantau perkembangannya dan itu masuk dalam penilaian. Selain itu kuliah online harus  mengikuti diskusi atau forum. Tentunya lebih challenging.

Penelitian yang dilakukan di Amerika menunjukkan kelas dibagi menjadi kelas konvensional dan kelas online. Siswa diberikan soal ujian yang sama. Hasilnya siswa di kelas online sedikit lebih baik dibanding kelas offline. Mengapa? Pertama, personal life learning, orang  belajar sesuai kebutuhannya. Kedua, dosen bisa memantau mahasiswanya sudah belajar atau belum. Kalau mereka belum belajar, diingatkan untuk membaca. Banyak teknologi yang jika diterapkan secara benar justru membantu dan  membuat hasil belajar lebih efektif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline