Lihat ke Halaman Asli

Antara Coach, Assessor dan Recruiter

Diperbarui: 17 Juni 2015   10:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Antara Coach, Assesor dan Recuiter

“Apa tantangan/masalah terberat yang anda hadapi selama ini?”, “Apa penyebab hal itu terjadi?”, dua hal tersebut biasa ditanyakan pada saat kita melakukan interview, baik untuk recruitment maupun assessment.  Pertanyaan sederhana tapi dengan metode coaching bisa mengungkap banyak hal mengenai pengalaman seseorang, cara memandang suatu masalah dan tantangan maupun nilai-nilai yang diyakininya.  Sebenarnya bagaimana metode coaching membantu dalam proses recruitment dan assessment?  Apakah pendekatan coaching dalam kedua proses tersebut bisa memberikan hasil yang efektif?  Sebelum bisa menjawab pertanyaan diatas, terlebih dahulu harus dipahami tujuan dan proses dari recruitment dan assessment.

Menurut Wikipedia, assessment professional adalah suatu proses penilaian atau rating dari seseorang mengenai potensi dan kompetensi yang dibutuhkan untuk melakukan suatu pekerjaan atau menduduki suatu jabatan tertentu dalam organisasi.

Sedang recruitment adalah proses menarik, menyaring, memilih dan menentukan seseorang yang memenuhi kualifikasi untuk memegang suatu pekerjaan tertentu.  Sebagai ‘headhunter’ tugas utama kami dalam proses recruitment ini adalah pada mencari sumber SDM, menyaring dan menyeleksi kandidat dengan serangkaian test dan wawancara, agar spesifikasi candidate sesuai dengan requirement yang dibutuhkan, baik hardskill maupun softskill nya.

Sekarang, apa tujuan dari proses recruitment dan assessment professional.  Apa yang paling tidak diinginkan dari suatu prosess recruitment dan assessment.    Apa yang paling ingin didapat pada proses tersebut.  Informasi apa saja yang hendak di dapat dari kedua proses itu?  Ada beberapa hal yang menjadi target dari proses tersebut, antara lain informasi mengenai karakter seseorang dan kemampuan kerjanya.  Hal tersebut biasanya dapat dilihat dari kedisiplinan, managerial, teamwork, pengetahuan dan pembelajaran, motivasi, kemampuan teknikal dan problem solving ataupun kemampuan yang berhubungan dengan hubungan antar manusia (interpersonal skill).   Ada 3 hasil akhir yang ingin didapat dari proses recruitment dan assessment ini, 1) Apakah orang tersebut bisa melakukan pekerjaan tertentu, 2) Apakah orang tersebut mau melakukan pekerjaan tertentu,  3) Apakah orang tersebut bisa di-kelola dan berkembang pada masa datang.  Jadi tujuan utama dari suatu proses recruitment dan assessment adalah menemukan orang dengan karakter dan kompetensi yang tepat bagi posisi tertentu.

Ada banyak psychometric tools maupun professional tools yang bisa digunakan untuk melakukan assessment, baik untuk tujuan recruiting ataupun untuk appraisal dan promosi jabatan.  Dari pengalaman yang sering saya lakukan, semua tools yang digunakan lebih banyak menyoroti karakter dari si kandidat.  Apakah tipe karakter orang ini sesuai atau tidak dengan tipe pekerjaan yang ditawarkan.   Assessment tools ini tidak bisa melihat cara pandang atau latar belakang berpikir serta hidden agenda dari seseorang.  Padahal  tantangan terbesar dari suatu assessment professional adalah mengenai obyektivitas, validitas dan akurasi, latar budaya, bagaimana mengukur kompetensi dan kompleksitas, dan menemukan masalah sesungguhnya yang tidak terlihat di permukaan.  Selama menjadi ‘headhunter’ dan melakukan banyak assessment terhadap kandidat direksi berbagai korporasi besar, akhirnya face to face interview harus tetap dilakukan.  Justru penggabungan interview langsung dan assessment tools memberikan hasil yang lebih komprehensif dan menyeluruh.

Dalam interview, baik untuk recruitment maupun untuk keperluan assessment, Interviewee biasanya selalu dalam posisi yang ‘tidak setara’ dengan interviewer-nya.  Dalam arti ada sedikit kondisi dimana interviewer dipandang dalam posisi sedikit lebih ‘superior’ dibanding dengan interviewee, karena wewenang yang dimilikinya.  Dalam beberapa kasus bahkan ada saat dimana situasi menjadi lebih mirip ruang interogasi dibanding suasana wawancara dua arah yang setara.  Keahlian interviewer untuk menggali informasi dari interviewee, baik yang diucapkan secara verbal ataupun yang tersirat sangat diperlukan.  Dan untuk beberapa interviewer yang memiliki latar belakang teknis cukup atas posisi yang dicari, pendekatan interograsi mungkin dianggap cukup efektif untuk mendapatkan gambaran kompetensi teknis si calon, walaupun jelas menyebabkan lack of trust antara kedua belah pihak dan menimbulkan resistensi dan ketidaknyamanan yang tinggi bagi si interviewee.  Pendekatan interogasi pada saat wawancara akan menimbulkan banyak persepsi subyektif dari interviewer dan interviewee.  Akhirnya hal tersebut akan banyak menimbulkan bias dan misperception yang berakibat tidak akuratnya kesimpulan atas kesesuaian seseorang untuk posisi tertentu.  Hal yang sering dilupakan interviewer pada saat melakukan interview.

Metode coaching memberi pendekatan berbeda pada saat melakukan interview.  Sebelumnya, apa itu coaching?  Coaching dari buku Exellence in Coaching adalah suatu proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil, dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri dan pertumbuhan pribadi dari si coachee.  Filosofi coaching mengharuskan terbangun kepercayaan dan kesetaraan antara coach dan coachee.  Kepercayaan bahwa apapun yang terungkap dari sesi interview ini hanya akan didengar oleh orang-orang yang ada dalam ruangan tersebut dan tidak akan disebarkan keluar. Proses ini penting karena dengan kepercayaan terhadap si interviewer, si interviewee akan lebih lepas untuk mengungkapkan segala ide, judgement ataupun penilaian pribadi terhadap suatu masalah atau seseorang.  Coaching memberi penekanan lebih pada perkembangan si coachee menghasilkan pendekaan yang berbeda dalam melakukan interview.

Menggunakan metode coaching dalam assessment dan recruitment tidak hanya akan mendapatkan pemahaman akan kompetensi seseorang, nilai-nilai yang diyakininya, sikapnya terhadap suatu permasalahan dan pemahaman apakah orang tersebut bisa di-manage dan juga kemauannya untuk berkembang di masa depan.   Pemahaman tersebut didapat dengan halus dan lebih orisinil dengan menarik potensi yang dimiliki orang tersebut, tidak dengan melakukan ekstraksi secara paksa atas pemikiran seseorang.  Kenapa hal tersebut bisa terjadi? Karena teknik utama coaching adalah mendengarkan, mengajukan pertanyaan, klarifikasi dan umpan balik.  Semua teknik itu ditujukan bukan untuk menguji si coachee tapi agar si coachee bisa mengembangkan jawaban atas permasalahan yang dihadapi dari potensi yang ada di dirinya sendiri

Tahap awal metode coaching sangat baik untuk membangun kepercayaan antara kedua belah pihak.  Membangun kesetaraan yang konstruktif dalam proses menggali informasi.  Metode ini mengedepankan aktivitas ‘mendengarkan’ dari pada ‘mengatakan’.  Mendengarkan dengan perhatian penuh, memberi penekanan atas apa yang interviewee katakan, memberi kalimat timbal balik dan pengakuan atas perasaan maupun nilai-nilai si interviewee.  Dengan metode dan filosofi coaching, aktivitas mendengarkan ini pada akhirnya akan bisa menarik kemampuan interviewer untuk memberi pertanyaan yang kuat dan tepat.  Pertanyaan yang kuat dan tepat ini yang pada akhirnya akan menarik jawaban si interviewee pada inti permasalahan yang ingin diketahui si interviewer.  Pendekatan coaching yang tidak agresif akan membuat kedua belah pihak lebih relaks dan santai, yang pada akhirnya akan memudahkan si interviewer untuk membaca apa yang tersirat sekaligus apa yang terungkap dengan lebih baik.

Pertanyaan berikut pada sesi interview masih berhubungan dengan pertanyaan pertama di atas, “Siapa yang menyebabkan masalah tersebut hingga bisa terjadi, apa yang menyebabkan hal itu menjadi tantangan terbesar buat anda?”, “Siapa lagi yang berkontribusi yang menyebabkan semua itu bisa terjadi?” kemudian pertanyaan yang akan memperlihatkan nilai seseorang dan cara pandangnya terhadap suatu permasalahan, “Bagaimana peran anda sendiri dalam terciptanya masalah/tantangan tersebut, bagaimana perilaku anda dalam hal ini” dan “Apa yang anda tidak ketahui tentang permasalahan tersebut”

Enam pertanyaan itu cukup untuk mengekstraksi informasi yang dibutuhkan dari seorang kandidat bila menggunakan model STAR,  Situation, Task, Action, Results.  Situasi yang pernah dihadapi dari pekerjaan saat ini dan sebelumnya, tugas dan kewajiban yang dibebankan pada posisi terdahulu, aktivitas dan tindakan apa yang dilakukan untuk menyelesaikan tugas dan dalam menghadapi situasi/permasalahan tertentu, dan terakhir, hasil yang dicapai atas tindakan yang dilakukan.  Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut juga cukup untuk mendapatkan gambaran tentang leadership, kemampuan managerial dan teknikal, serta teamwork dan interpersonal skill.

Paling akhir biasanya pertanyaan untuk mengetahui kemampuan berpikir strategik, pemahaman tentang posisi yang akan ditawarkan serta dorongan/motivasi yang akan melandasinya dalam bekerja.  Cukup dengan bertanya, “Bila anda diberi wewenang tak terbatas apa yang anda lakukan untuk mengatasi hambatan/tantangan tersebut?”, “Dan apa yang akan anda lakukan pada posisi yang ditawarkan?”.  Dengan metode coaching, seorang interviewer tidak perlu mempunyai latar belakang teknis yang mumpuni.  Ketidaktahuan akan suatu permasalahan akan menjadi nilai tambah, karena pertanyaan yang diajukan justru semakin tajam dan kuat, yang akan menarik jawaban terbaik dari interviewee.  Akhirnya 1 pertanyaan final untuk mengetahui apa yang menjadi motivasinya, “Apa yang membuat hal tersebut penting buat anda?”  Jawaban dari pertanyaan ini akan mengarahkan pada pemahaman tentang motivasi eksternal dan internal dari si interviewee, baik dalam pekerjaan maupun personal,  nilai-nilai yang mendasari tindakannya serta sasaran sebenarnya yang ingin dia capai

Metode coaching menitikberatkan untuk moving forward dari titik saat ini ke suatu titik di masa depan untuk mencapai tujuan tertentu, maka pertanyaan yang diajukan pun bukan suatu pertanyaan yang mengarahkan dan bersifat menguji.  Pertanyaan ini berupa open question, bersifat membuka diri dan pemikiran si interviewee sekaligus si interviewer, sehingga dia akan dengan jelas memaparkan pengetahuan, pemikiran, nilai dan ide yang dimilikinya.  Semua potensi yang ada maupun pengalaman yang dimiliki akan bisa dijabarkan.  Metode coaching akan memberi perhatian penuh dan pengakuan atas apa yang diungkapkan si Interviewee, Ia akan merasa lebih dihargai dan menunjukkan dirinya dengan lebih terbuka.  Tinggal si interviewer yang menilai dengan lebih mudah mengenai kesesuaiannya dengan kebutuhan pekerjaan yang ada.

By.

Coach Budi Dewo, CCP, CEC

Executive, Business, Corporate and Career coach

email : b_dewob@yahoo.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline