Lihat ke Halaman Asli

Citra Melati

Guru bahasa inggris dan pemerhati pendidikan dan sosial.

Memantik cahaya melalui kesadaran

Diperbarui: 21 Agustus 2024   23:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kesadaran (Consciousness)

Untuk mencapai kesadaran memerlukan waktu dan proses panjang, tergantung dari subjek individu yang memang mempunyai common sense (nalar), rasa ingin tahu, dan logika (hidupnya akal) atau pernah mengalami pengalaman titik nol atau titik terendah dalam hidup. Titik terendah berupa kepahitan dalam kehidupan pribadi seperti pernah jatuh sakit, bangkrut, mengalami error, kegagalan, penolakan, kekecewaan, pengucilan, dan lain sebagainya atau permasalahan sosial seperti melihat kemiskinan, kelaparan, peperangan, ketidakadilan, dan lain sebagainya. Untuk mencapai kesadaran memerlukan beberapa titik tahapan, yaitu pada titik level mengetahui (tahu) kemudian ke titik level memahami (mengerti) baru kemudian ke titik level menyadari (sadar). Mengetahui bahwa berbagai masalah-masalah muncul sehingga membuat manusia terkadang menjadi down, putus asa dan berakhir menyerah. Namun terkadang permasalahan tersebut bersamaan muncul sebagai pemicu untuk bersandar bahwa masih ada harapan dibalik kesukaran hidup, disini manusia memahami kondisi untuk berusaha bangkit lagi, oleh karena itu setelah mengetahui, manusia perlu memahami bahwa mungkin permasalahan itu mengandung hikmah dan ada maksud tertentu demi tercapainya tujuan keindahan hidup di kemudian hari.

Oleh karena itu, untuk sekedar tahu saja tidak cukup, karena tidak membawa perubahan apa-apa dalam suatu kondisi, akan stuck. Manusia tahu dalam hidup ada rintangan dan punya ilmu pengetahuan dalam hidup, tapi belum mengerti bahwa rintangan itu bisa menghalanginya dalam melangkah dan tidak tahu pengetahuan itu ditujukan untuk apa. Mempunyai ilmu pengetahuan tinggi tapi tidak digunakan sebagaimana mestinya. Ilmu pengetahuan hanya untuk kepentingan golongan sendiri tapi tidak ditujukan demi kemaslahatan bersama. Sejatinya ilmu pengetahuan memberi manfaat tapi malah menjerumuskan manusia ke lubang hitam dan bisa mendatangkan bencana jika manusia tidak menyadarinya.

Jika manusia sekedar tahu, maka tidak ada tindakan untuk berbuat sesuatu, hanya memandangnya saja. Ibarat bongkahan sampah plastik di genangan air sungai, dibiarkan hanyut tanpa mencoba menyingkirkannya, tidak mengerti bahwa sampah itu bisa mencemari air. Setelah memahami rintangan itu menghalangi langkahnya, maka manusia mulai menyadari dan berusaha menyingkirkan rintangan tersebut, supaya tidak mengusik perjalanannya dan bisa berjalan dengan nyaman dan tenang tanpa tersandung ataupun tertusuk paku dalam melakukan langkah selanjutnya. Kesadaran akan bahaya rintangan, membuat manusia mulai mencari asal muasal darimana datangnya rintangan tersebut yang datang silih berganti, entah rintangan itu datang dari kuasa alam atau perbuatan kejahatan manusia sendiri. Bila ada rintangan atau kejahatan, membuat manusia tidak bisa diam begitu saja dan berusaha mencari solusi. Manusia mulai menyadari bahwa ada manusia-manusia lain yang berkuasa, memporak-porandakan hak asasi manusia, memperkosa alam ibu pertiwi lewat ilmu pengetahuan dan teknologi modern untuk menghabiskan isi energi perut bumi demi nafsu segelintir manusia yang mencoba menjadi Tuhan. Manusia berjuang memerangi kejahatan, karena itu yang akan mengganggu hakikat kemanusiaannya, sejatinya manusia diciptakan dengan akal dan nuraninya.

 “Kezaliman akan terus berlanjut, bukan karena banyaknya orang-orang jahat, tapi karena diamnya orang-orang baik” (Ali bin Abi Thalib r.a.).

Memantik cahaya (Ignite the light)

Setelah mencapai pada titik level kesadaran terbentuklah banyak kesadaran yang secara alami mulai ada keinginan dan kemauan untuk mencapai pada titik puncak level tertinggi yaitu aksi nyata. Tanpa adanya kesadaran, aksi nyata tak akan bisa terwujud. Ibarat kesadaran adalah sebuah batang korek (pemantik), aksi nyata adalah api (cahaya). Untuk menyalakan api perlu menggoreskan batang korek pada kotak korek api. Aksi nyata adalah wujud dari kesadaran untuk bertindak apa yang seharusnya dilakukan. Berkat kesadaran, api bisa menyala dalam menerangi jiwa raga di dunia yang gelap gulita. 

Api diperlukan untuk menerangi kegelapan, sehingga isi dunia akan terlihat. Jika tidak ada sinar dan cahaya dari api maka seisi dunia akan terlihat suram dan gelap. Api adalah simbol keberanian, semangat, kekuatan, kebebasan, kebijaksanaan dan kehidupan. Bagaimana manusia bisa hidup tanpa adanya api dalam jiwa, yang ada hanyalah kegelapan dalam jiwa. Namun kegelapan akan terus terjadi jika manusia tak menyalakan api. Tanpa adanya sinar dan cahaya, manusia bisa saling bertabrakan salah arah tak tahu tujuan. Jiwa yang terang diperlukan untuk menerangi jalan yang gelap agar manusia bijak dalam melihat, menghargai dan menilai kehidupan yang merepresentasikan apa itu nilai-nilai kehidupan sebenarnya.

Api yang menyala bisa padam oleh rintangan angin yang suatu saat membuatnya padam. Api dalam jiwa seringkali dipadamkan oleh sifat keserakahan, keegoisan, kebodohan, ketidakpedulian, dan kesombongan manusia, sehingga manusia menjadi buta. Ketika jiwa manusia buta, manusia tidak bisa membedakan mana kebenaran mana kebohongan atau mana lawan mana kawan. Dalam kegelapan, manusia tidak tahu siapa yang menuntunnya, ketika yang menuntunnya adalah kebohongan-kebohongan yang menyertainya. Kebenaran itu terselimuti oleh banyak kebohongan yang belum tersingkap, sehingga membuat manusia menjadi lupa diri, hanyut dalam buaian, dan mengitari lingkaran kebahagiaan yang bersifat semu tanpa cahaya yang menuntunnya. Manusia bisa terjatuh sesekali oleh kegelapan, bahkan jatuh berkali-kali karena masih tak bisa melihat dan meraba arah jalan mana yang harus dituju. Manusia belajar dan sadar dari rasa sakit, kegagalan dan jatuh bangun dari kegelapan dengan mulai menyalakan api jiwa untuk menuntunnya ke jalan yang dituju. 

Kesadaran bukan semata memberi penerangan kepada orang lain yang bersifat eksternal tapi dimulai dari diri sendiri yang bersifat internal. Kesadaran akan ditindas, dibodohi, ditipu, diperlakukan tidak adil oleh kuasa luar sehingga timbul pada kesadaran akan penderitaan diri sendiri dan orang lain. Kesadaran dalam memperjuangkan kebenaran yang konstan inilah yang memantik lilin untuk menyalakan cahaya pada kegelapan. Jika manusia tidak mempunyai kesadaran, artinya manusia telah menjadi tidak sadar, ketika tidak sadar maka jiwa itu tidak hidup, jiwa itu telah mati, hanya sebuah fisik raga seperti zombie berjalan tanpa pikiran dan jiwa. Oleh karena itu, pentingnya sebuah kesadaran secara menyeluruh melalui fisik badan, jiwa dan spiritual manusia. Oleh percikan cahaya, jiwa selalu hidup dan abadi meski terkadang dibangun oleh penderitaan, sedangkan jiwa itu mati dan sakit (neurotic) karena acuh tak acuh terhadap penderitaan manusia yang menyisakan puing-puing kehancuran.

Sisi terang dan gelap adalah satu, manusia membutuhkan kegelapan sebagaimana manusia membutuhkan cahaya terang. Untuk mendapatkan cahaya, seseorang harus merasakan kegelapan. Seseorang harus menjadi lilin terlebih dahulu untuk menerangi jalannya sendiri. Selain batang korek api, perumpamaan lain kesadaran adalah lilin sebagai pemantik dan sumber cahaya.

Menjadi lilin tidaklah mudah, untuk memberi cahaya, seseorang harus terbakar terlebih dahulu.- Jalaluddin Rumi

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline