Siapapun bisa sewaktu-waktu dipanggil oleh pihak kepolisian, baik sebagai saksi maupun Terlapor, untuk dimintai keterangannya, sebelum diputuskan sebagai tersangka setelah dilakukan gelar perkara usia proses penyidikan.
Namun banyak kalangan masyarakat yang belum memahami pendampingan pengacara ini, bahkan bertanya-tanya, "Lho, penjahat koq dibela?". Memang, asumsi seperti ini sering pembahasan masyarakat yang rata-rata belum paham bahwa pendampingan pengacara saat berlangsungnya proses pemeriksaan polisi merupakan hak warga negara.
"Pendampingan pengacara merupakan perwujudan dari prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM), asas praduga tak bersalah (presumption of innocent), dan persamaan kedudukan didepan hukum, karena undang-undang menjamin bahwa saat pemeriksaan, setiap orang bebas memberikan keterangan tanpa ada paksaan atau tekanan apalagi siksaan, sehingga dapat membuat terang suatu perkara," demikian dosen Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia menguraikan saat berlangsungnya perkuliahan Hukum Acara Pidana.
Ketika salah seorang mahasiswa bertanya, dosen menjawab dengan penjelasan, bahwa perihal pendampingan pengacara saat proses pemeriksaan oleh polisi, bukan hanya sebagai hak saksi saja tapi jugamenjadi hak tersangka. Karena pada kenyataannya, tidak semua saksi maupun tersangka paham dan mengerti tentang hukum. Sehingga baik saksi atau tersangka bisa saja mendapat tekanan atau intimidasi dari pihak-pihak tertentu karena suatu kepentingan tertentu.
Intimidasi ataupun ancaman semacam ini dapat membuat saksi maupun tersangka menjadi takut atau khawatir untuk memberikan keterangan secara bebas dan benar. Sedangkan kesaksian dimaknai sebagai pemberian keterangan berdasarkan apa yang diketahui, dilihat, didengar, dialami sendiri dan diungkapnya atas kemauannya sendiri, yang kemudian dituangkan ke dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Dalam menjalankan tugasnya, polisi atau penyidik mencari dan memeriksa bukti-bukti untuk mengetahui apakah benar-benar ada unsur pidana dalam kasus yang dilaporkan.
Dengan memeriksa dan menganalisis bukti-bukti, termasuk keterangan saksi dan Terlapor, polisi dapat menemukan adanya suatu tindak pidana dan menemukan tersangkanya. Namun menemukan bukti bukan hal yang mudah. Apalagi perkara bersifat manipulasi atau yang sebenarnya tidak harus menjadi masalah pidana, sehingga mengejar pengakuan saksi atau calon tersangka menjadi satu-satunya jalan. Disinilah biasanya terjadi intimidasi dan ancaman.
Dalam proses mendampingi klien, pengacara selaku kuasa hukum dapat memastikan bahwa hak-hak kliennya terpenuhi saat pemeriksaan di kantor polisi. Baik klien yang statusnya sebagai saksi maupun sebagai tersangka. Misalnya, jika saat pemeriksaan ada (oknum) polisi yang menekan saksi atau tersangka, pengacara bisa menegur (oknum tersebut) dan menyampaikan agar pemeriksaan berjalan tanpa tekanan.
Bahkan lebih dari itu, pengacara juga dapat mengadukan (oknum) polisi yang menyalahi prosedur kepada pihak terkait, dan menentukan atau mengambil langkah-langkah hukum lainnya yang sekiranya perlu, seperti mengajukan permohonan penangguhan penahanan agar tidak ada penahanan. Atau mengajukan praperadilan jika memang ada indikasi tidak sah dalam hal penetapan tersangka, penangkapan atau penahanan, dan lain sebagainya.
"Kehadiran pengacara dapat memastikan bahwa seorang saksi atau Terlapor dapat memberikan keterangannya secara bebas sesuai keinginan sendiri, bukan atas kehendak oknum tertentu. Dengan demikian dapat mengantisipasi tidak adanya rekayasa keterangan atau menggunakan keterangan yang dapat merugikan mereka sendiri," pungkas dosen FH Universitas Al-Azhar Indonesia.