Kita dapat berbicara banyak tentang Indonesia: kekayaan alamnya yang luar biasa, budayanya yang beragam, atau makanannya yang menggugah selera. Namun, ada satu hal yang selalu mencuri perhatian---keramahan penduduknya. Mengapa orang Indonesia begitu ramah dan senantiasa tersenyum pada orang asing, atau yang lebih sering dikenal dengan sebutan "bule"?
Psikologi dan humaniora mampu memberikan sudut pandang unik dalam menjawab pertanyaan ini. Dalam prosesnya, kita akan menggali lebih dalam ke dalam konsep seperti kolektivisme, 'face culture', dan konsep kesopanan dalam budaya Indonesia.
Sebagai bangsa yang cenderung kolektivis, orang Indonesia memiliki nilai yang kuat dalam menjaga hubungan dan interaksi sosial. Terutama di pedesaan dan komunitas-komunitas kecil, kehidupan berjalan sejalan dengan prinsip gotong royong---salah satu fondasi pilar sosial di Indonesia.
Melalui lensa psikologi sosial, ini bisa menjelaskan kenapa orang Indonesia tampak ramah dan penuh senyum. Mereka menghargai hubungan dan berusaha menciptakan suasana yang harmonis dan nyaman, termasuk kepada orang asing.
A smile is the universal welcome - Max Eastman
Tetapi ada lagi. Ada konsep yang dikenal sebagai 'face culture' yang umum di banyak budaya Asia, termasuk Indonesia. 'Face' atau 'wajah' merujuk pada reputasi sosial atau martabat seseorang. Menjaga 'face' sendiri dan orang lain adalah hal yang sangat penting dan bagian dari interaksi sosial.
Jadi, tindakan seperti tersenyum dan berlaku sopan adalah cara menjaga 'face' dan menjaga harmoni sosial. 'Face culture' ini bisa membantu kita memahami kenapa orang Indonesia tampak ramah terhadap bule---mereka berusaha menjaga 'face' mereka dan 'bule' yang mereka temui.
Selain itu, aspek budaya kesopanan juga perlu diperhatikan. Dalam banyak budaya di Indonesia, kesopanan dan sopan santun adalah bagian integral dari interaksi sosial. Seringkali, ini diekspresikan melalui sikap ramah dan senyum lebar. Dalam hal ini, psikologi evolusioner menunjukkan bahwa senyum adalah universal dalam interaksi manusia, sebuah tanda penyerahan non-ancaman yang berfungsi untuk memfasilitasi interaksi sosial. Sehingga, senyum lebar kepada bule mungkin merupakan refleksi dari nilai-nilai kesopanan yang mendalam.
Namun, meskipun pendekatan psikologis dan humaniora memberikan wawasan penting, kita juga harus melihat keadaan ekonomi dan sejarah Indonesia. Kedatangan bule sering kali dikaitkan dengan peluang ekonomi---baik itu dalam bentuk investasi, turisme, atau pekerjaan. Dengan demikian, sikap ramah dan senyum bisa dipandang sebagai sarana untuk menciptakan hubungan yang baik dan mempromosikan pertukaran ekonomi.
Sejarah juga memainkan peran penting. Indonesia memiliki sejarah yang panjang dengan penjelajah dan pedagang asing, dan banyak dari mereka yang menyebut Indonesia sebagai 'Negeri Senyum'. Mungkin bisa dianggap bahwa budaya ramah ini adalah respons adaptif terhadap sejarah penjelajahan dan kolonialisme, di mana mempertahankan hubungan yang baik dengan pendatang asing menjadi penting untuk bertahan.