Lihat ke Halaman Asli

aldridge christian seubelan

Blogger dan Marketeers

Emang Masih Bisa Bikin Viral di TikTok?

Diperbarui: 20 Desember 2020   16:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

techspot.com

Sepertinya semua sudah tahu ya aplikasi social media yang namanya TikTok ini ya mungkin bisa di katakan entertainment application ya sekarang. Saya yakin pasti bos-bos kamu di kantor sudah menyuruh kamu untuk membuat akun brand TikTok atau kamu sendiri yang main TikTok ? , hehe

Nah, sebelum kita membahas #ceritabrand topik kali ini si TikTok, saya ingin share mengenai Vertical Video Entertainment karena saya melihat diluar dari TikTok merupakan aplikasi yang menyajikan konten-konten yang entertaining , creative dan unique, saya jadi penasaran kenapa mereka berani untuk fokus ke vertical video dan saya sadar, kita tanpa sadar suka menyukai konten yang berupa Vertical Video (lebih simpel, enak di lihat, tidak perlu membalikan hape). Dan ini juga di dukung oleh data artikel yang saya baca dari impact/mediabrix

90% of videos watched vertically have a higher completion rate versus videos watched horizontally .It's 2020! Chances are, you're no longer clicking the expand icon and rotating your smartphone horizontally every time you want to watch a video streamed onto your device. Back in 2016, Google found that most people were watching 16:9 landscape videos horizontally on their mobile devices, but research findings from Impact/Mediabrix show that vertical viewing is becoming a much more common way to watch video.

Kalau menurut saya, sekaran verical dan horizontal video mempunyai beberapa karakter :

  • Vertical Treatment : video short duration, yang sifatnya memberikan quick entertaining, quick Tips & Tricks, Quick Fun dan more explore untuk creativity. sebenarnya ini trend ini sudah lama muncul, saat reza oktovian (rezaarap) melakukan gerakan dance hand moving yang dinamai #rapsmash yang User Generated Content -nya cukup banyak sekali.

  • Horizontal Treatment : video long duration, yang objektifnya menceritakan brand story / creator story sehingga bisa memberikan pesan/message yang cukup jelas contohnya Webseries, Film & Series, Drakor di VIU atau NETFLIX. Sehingga social media seperti Youtube tetap kuat di horizontal treatment karena youtube audience-nya lebih mencari hal-hal yang full educate, tidak mungkin kan km cari produk review Handphone di short duration seperti TikTok atau Instagram Story.

Kita kembali lagi ke TikTok ya, kalau di lihat pertumbuhan TikTok lumayan dahsyat ya. bisa di bilang teori yang dulu mengatakan butuh waktu yang lama untuk bisa menjadi market leader untuk saat ini bisa dikatakan anyting is possible, Contohnya kalau produk FMCG (Fast Moving Consumer Goods) di Indonesia Teh Botol vs Teh Pucuk harum, dalam waktu singkat Teh Pucuk Harum bisa bersaing dengan pemain teh kemasan yang sudah lama di Indonesia.

 Sebelum lanjut kita membuat content atau account brand TikTok kita, kita harus blue print nya dahulu nih, karena tidak semua yang hits , trending & kekinian itu cocok untuk brand atau produk yang kita tawarkan dan bisa jadi reputasi brand (brand equity) yang sudah kita bangun selama ini bisa menurun karena kita salah strategy ataupun sebenarnya tidak cocok melakukan kegiatan marketing di TikTok, jadi kita harus define beberapa point seperti :

  • Apakah TikTok merupakan platform yang cocok dengan Brand Story kita?

  • Apakah Audience TikTok di Indonesia sudah match dengan Target Audience yang ingin kita sasar?

  • Objective/Goal apa yang ingin kita capai di platform ini? Brand Role apa yang ingin kita mainkan platform tersebut?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline