Lihat ke Halaman Asli

Mengingat Uskup Romero: Suara Bagi yang Tak Bersuara

Diperbarui: 21 November 2024   21:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Uskup Romero saat memberikan Khotbah (Sumber: Polycarpi Blogspot )

Uskup Romero atau Oscar Arnulfo Romero y Galdmez adalah tokoh yang dikenal sebagai pembela kaum miskin di San Salvador. Ia ada seorang uskup Katolik yang berasal dari El Salvador. Romero lahir pada tahun 1917 dan menjadi terkenal karena upayanya yang menentang kekerasan dan penindasan yang dilakukan pemerintah kepada masyarakat miskin. Ia berbicara secara terbuka terhadap permasalahan ini. Uskup Romero hidup di El Salvador saat pemerintahannya menekan rakyatnya.

Upaya dan perjuangan yang ia lakukan adalah dengan membangkitkan semangat banyak orang untuk melawan oppresi oleh pemerintah. Ia berupaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penindasan yang sedang terjadi kepada mereka. Ia melakukan ini dengan menyebarkan informasi melalui khotbah-khotbah yang dilakukan secara terbuka dan sampai menyiarkannya ke radio. Melalui khotbahnya, ia berbicara secara terbuka untuk membela kaum miskin dan lemah dan juga sebagai kritikan kepada pemerintah dan juga militer. Melalui khotbah, siaran radio, dan seruan internasional, ia dengan vokal mengkritik pemerintah dan militer atas pelanggaran hak rakyat miskin. Mendoro menjadi suara utama yang menentang penindasan, meminta kekerasan dihentikan, dan meminta tentara untuk menghormati hukum Tuhan. 

Upaya yang dilakukan sangat inspirasional. Dalam salah satu khotbahnya, ia berkata 

" .... Remember God's words, 'thou shalt not kill.' No soldier is obliged to obey a law contrary to the law of God. In the name of God, in the name of our tormented people, I beseech you, I implore you; in the name of God I command you to stop the repression."

Ungkapan ini ia sebutkan pada khotbah terakhirnya sebelum ia dibunuh. Hal ini menjadi sangat terkenal karena memotivasi banyak sekali prajurit untuk tidak membunuh dan berupaya untuk membantu satu dengan yang lain. 

Risiko yang dihadapi sangat berat. Ia seringkali menerima ancaman untuk melakukan pembunuhan terhadap dirinya. Karena kata-kata yang diucapkan sangat frontal dan menyinggung, pihak pemerintah sangat tidak menyukainya. Resiko terbesar yang dihadapi adalah pengucilan. Ia dikucilkan oleh masyarakat karena banyak yang menentang pemikirannya. Bahkan, beberapa rekan-rekannya pun mengucilkan dia dan menentang pemikirannya. Walau begitu, ia tetap teguh dan membela kaum-kaum yang membutuhkan sampai akhirnya ia dibunuh. 

Di akhir hidupnya, ia dibunuh saat memimpin misa pada 24 Maret 1980, menjadikannya martir gerakan keadilan sosial. Bahkan, di kata-kata terakhir uskup, ia masih memperjuangkan dan membela para kaum miskin dan juga menyebarkan perintah untuk mengasihi orang-orang. Dalam detik-detik terakhir hidupnya, uskup romero berkata "Semoga Tuhan mengasihi para pembunuh".  Pada 2018, ia dikanonisasi sebagai simbol keberanian moral dan spiritual.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline