Lihat ke Halaman Asli

Sego Berkat Mbah Prawiro Ranti, Makanan Tradisional dengan Alas Daun Jati Siap Memanjakan Lidah

Diperbarui: 14 Agustus 2024   11:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis 

Selain tiwul dan walang goreng, Sobat Kompasiana tidak boleh melewatkan untuk mencicipi sego berkat bila berkunjung ke Gunungkidul atau yang banyak dikenal juga dengan Wonosari.

Salah satu warung makan tradisional yang menjual sego berkat yang tersohor seantero Gunungkidul bahkan ke luar daerah adalah Sego berkat Mbah Pawiro Ranti. Saya sendiri, warga asli Gunungkidul merupakan salah satu langganannya lho. Simak cerita lengkapnya berikut!

Apa itu Sego Berkat?

Sebelum jauh membahas mengenai warung tradisional legendaris yang ada di Wonosari, ada baiknya Sobat Kompas mengetahui terlebih dahulu nih soal sego berkat itu sendiri. Awalnya, sego berkat dikenal sebagai hidangan yang dibagikan saat acara selamatan di Jawa, khususnya di daerah pedesaan.

Tradisi ini muncul sebagai simbol rasa syukur kepada Tuhan dan juga sebagai bentuk gotong royong antar warga. Biasanya, nasi yang dihidangkan dalam berkat ini dilengkapi dengan berbagai lauk pauk seperti ayam, telur, tahu, tempe, dan kadang juga sambal.
Setelah didoakan, nasi berkat ini dibagikan kepada para tamu sebagai bentuk berkah yang bisa dibawa pulang. Makanya disebut "sego berkat," karena diharapkan membawa berkah bagi yang menerima.

Karena rasanya yang khas dan banyak dirindukan, saat ini sego berkat diperjualbelikan sebagai salah satu makanan khas daerah. Supaya tak hanya orang Gunungkidul saja yang merasakan, melainkan bisa juga dicicipi wisatawan pendatang.

Menarik karena Menggunakan Alas Daun Jati dan Cara Masak Tradisional

Sumber: Dokumentasi Pribadi Penulis

Salah satu yang membuat Sego Berkat Mbah Pawiro Ranti menjadi spesial adalah alas dan cara memasaknya. Nasi yang sengaja dingin dengan lauk berupa oseng tempe, bihun goreng, empal, serundeng, telur dan tempe bacem ini disajikan di atas daun jati. Yang membuat rasa dan aromanya menjadi khas. Berbeda dengan yang beralaskan kertas minyak.

Cara memasaknya pun masih tradisional, dengan tungku dan kayu bakar. Orang-orang bilang rasanya jadi berbeda jika cara memasaknya pun berbeda. Selain cara masaknya yang berbeda, rasanya pu tak perlu diragukan lagi. Perpaduan makanan yang gurih manis pedas dari oseng tempe, empal dengan daging lembut, dan banyak komponen lain menjadi satu menghasilkan rasa yang sulit didefinisikan selain lezat dan menyenangkan. Sobat Kompasiana harus mencicipinya langsung jika ingin merasakannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline