Tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya sejak aku menjadi mahasiswa Pariwisata di Universitas Gadjah Mada. Bersekolah di Kota Pelajar dan jauh dari kota kelahiran membuatku terlalu berada di zona nyaman. Semua penunjang hidup sebagai orang yang berkuliah sangat mudah ditemukan di Yogyakarta.
Mungkin dulu ayah ibuku melepasku berkuliah dengan pesan "Kuliah yang benar, jadi anak baik, dan pulang ke rumah dengan nilai baik." Akan tetapi yang mungkin mereka lupakan saat mengikhlaskanku berkuliah di UGM adalah satu: Kuliah Kerja Nyata.
Memiliki rumah yang dekat dengan kampus ternama ibukota mungkin juga membuatku lupa akan satu hal itu. Kewajiban turun ke masyarakat, melihat kenyataan lapangan yang luput dari pelajaran ruang kelas.
Jangan salah sangka, selama enam semester menjadi mahasiswa Pariwisata, sudah tidak terhitung berapa banyak artikel ilmiah dan studi kasus yang diberikan padaku. Akan tetapi sesempurna apapun suatu kurikulum dan materi disusun, tidak akan pernah cukup untuk meng-cover realita yang terjadi di sekitar kita.
Mungkin itulah alasan kampusku ini menjadikan KKN sebagai salah satu syarat kelulusan. Jujur pada awalnya, aku gugup. Aku mendapat tim yang mengajukan salah satu daerah di Sulawesi sebagai tempat pengabdian.
Dulu saat aku memutuskan untuk bergabung, bayangan tentang penerjunan masih merupakan sesuatu yang kurasa jauh di depan. Tak dinyana, akhirnya setelah kampus memberi izin dan pendanaan bagi kami untuk mengabdi di daerah ini, waktu penerjunan terasa sangat cepat mendatangi kami.
Banggai Laut.
Sebuah kabupaten yang berada di Provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia. Dahulu kala daerah ini dipimpin oleh seorang sultan yang bertahta di Keraton Banggai. Kini daerah ini memiliki seorang bupati sebagai pemimpin tertingginya, yang terpilih melalui sistem pemilu seperti kebanyakan daerah lain di Indonesia.
Dari informasi yang timku dapat selama persiapan KKN, Banggai Laut adalah sebuah daerah yang memiliki potensi bahari dan pariwisata yang tinggi. Mereka memiliki kekayaan laut yang tak terkira ragamnya.
Anak pariwisata mana yang tidak akan tergiur oleh potensi yang akan ditemui di sana? Terlintas di benakku, bahwa aku akan lebih banyak belajar ketimbang memberi kontribusi pengetahuan kepada masyarakat.