Lihat ke Halaman Asli

Ketika Sopir Angkot Berbicara Bijak Tentang Harta

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1292749630241235506

[caption id="attachment_80623" align="alignleft" width="300" caption="Angkot di bundaran jalan TMP Taruna (angkot cipondoh yang warna kuning) *dok pribadi"][/caption] Terdengar seorang sopir angkot yang sedang mengobrol dengan temannya sambil mengendarai mobil membawa penumpang. Kebetulan saya duduk tepat dibelakang sopir angkot sehingga suaranya begitu terdengar jelas ditengah berisiknya jalan raya. Setiap ucapan yang sopir itu ucapkan selalu menjadi titik perhatian saya. Semua kalimatnya begitu sangat berarti dan bernilai.

Ketika saya sedang diam duduk dibelakang sopir angkot. Obrolanpun begitu terdengar. Terdengar sehingga menjadi sebuah dialog.

Sopir : Sekarang banyak bencana, bencana malah dianggap sebagai cobaan Tuhan. Cobaan Tuhan apaan! bencana bukan cobaan Tuhan tapi teguran Tuhan. Manusia memang udah banyak berbuat salah. Salah kepada alam dan manusia sendiri. Coba kalau manusianya benar pasti bencana gak bakal dateng.

Temannya : Bukan begitu, kalau manusia itu benar lalu diberi musibah namanya cobaan Tuhan tapi kalau manusia yang salah maka diberi musibah barulah namanya teguran Tuhan.

Sopir : Iya, tapi sekarang kebanyakan bukan cobaan Tuhan melainkan teguran Tuhan. Manusia jaman sekarang terlalu diperbudaki oleh uang. Lihat para koruptor dipenjara tapi bisa keluar sel sesuka hati sudah gitu bisa liburan lagi. Dipenjara palingan cuma 5 tahun belum dapet keringanan.

Temannya : memang manusia jaman sekarang doyan banget duit. Orang kaya saja sudah tidak menghormati orang miskin, walau tidak semuanya.

Sopir : Betul sekali. Antara saudara yang kaya sudah tidak lagi menghormati saudaranya yang miskin, padahal mereka adek kaka. Saya juga sudah ngalamin hal itu. Waktu saya pulang kampung ke sumatera, gak ada saudara yang kelihatannya peduli kepada saya. Padahal untuk pulang ke Sumatera menghabiskan waktu dua hari dua malem hanya untuk silaturahmi.  Saudara saya disana memang terbilang kaya. Saat saya sampai saya malah dicuekin, untuk mampir kerumahnyapun pembantunya bilang orangnya lagi gak ada. Padahal mobilnya ada dirumahnya. Saya tungguin aja didepan rumahnya dan setelah saya pergi belum jauh pemilik rumah baru keluar dari rumahnya. Itu padahal sama saudara saja begitu. Mungkin dia fikir saya mampir kerumahnya buat minjem duit kali, padahal saya cuma mau bertemu. Sakit banget hati saya, coba kalau saya orang kaya. Dateng kerumahnya pake mobil mewah pasti disambut baik olehnya. Yah, kalau miskin memang selalu dicurigain. Mau bertamu malah dianggap mau ngutang.

Temannya : Parah banget masa sama saudara saja kaya gitu?

Sopir : ya memang begitu. Disana kebetulan orang tua sudah meninggal jadi cuma mau silaturahmi sama adik kaka saja. Mereka disana memang ada punya tapi sikapnya malah begitu kepada saya. Untuk makan saja saya disana beli diwarung. Saya gak betah lama-lama disana jadi baru satu hari langsung balik lagi ke Tangerang. Saat mau pamit pulang saja, dia malah ngumpet. Mungkin dia kira saya mau minta ongkos. Ya, sebenarnya saya punya ongkos tapi namanya manusia pengenlah dapet buah tangan dari saudaranya. Pengen bawa yang khas dari kampung. Tapi ya sudahlah mau diapain.

temannya : Itu mah parah banget. Biasanya kalau orang kaya gitu cepat atau lambat bakal kena musibah.

Sopir : Pasti! musibahnya bukan disebut cobaan Tuhan tapi teguran Tuhan!. Sebenarnya sekarang dia udah ngerasain teguran Tuhan itu. Sekarang dia udah misikin. Usahanya udah bangkrut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline