Lihat ke Halaman Asli

Dhio Tjia

Belajar

Mengenai Penguatan Dollar dan Daya Beli Masyarakat Umum

Diperbarui: 26 Oktober 2018   09:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Opini : Kang Dio

Tranding topik kali ini saya bahas adalah kenaikan Dollar dan daya beli masyarakat. Setelah cukup lama mata saya gatal melihat kebutaan informasi di sosial media yang datanya ambigu serta muncul pengamat pengamat baru yang karbitan karena pro calon presiden tertentu . Dan untuk menjatuhkan elektoral calon presiden petahana .

Berdasarkan data terahir yang saya baca dalam harian kompas Dollar menguat atas rupiah , dari sebelumnya 14.400 menjadi 15.200. Kuat tapi tidak terlalu mempengaruhi Kekuatan Ekonomi Medium seperti Koperasi dan UMKM . Saya bekerja sebagai purchaser di salah satu perusahaan importir alat kesehatan di Jakarta.

Sebagai purchaser wajib bagi saya untuk memantau pergerakan harga barang yang akan saya beli untuk perusahaan baik itu pajaknya dan nilai tukar valasnya. Karena bagi perusahaan importir rate dari nilai valas akan berpengaruh dalam penentuan kebijakan harga pembelian dan harga penjualan. Dalam kasus ini saya tidak bertransaksi dengan USD tapi saya menggunakan THB (Thailand Bath).

Namun Dollar juga tetap menjadi acuan karena kita juga akan melihat stabilitas ekonomi negara tempat kita akan melakukan kegiatan impor barang. Bagi perusahaan importir atau yang kebutuhannya di impor dengan transaksi menggunakan USD memang sedikit agak membuat sakit kepala karena aktivitas biaya dan harga barang akan sedikit bengkak.

Hal ini juga cukup di rasakan pemerintah dalam perihal utang luar negri dimana nilai pinjaman bertambah karena penguatan dollar . Untung saja inisiatif Presiden Joko Widodo dengan kebijakannya menyerukan untuk tidak ketergantungan terhadap USD dan menghimbau negara-negara anggota ASEAN untuk mengurangi ketergantungan dan penggunaan dollar dalam transaksi impor expor antar anggota ASEAN . Dengan cara menggunakan mata uang masing masing negara anggota ASEAN seperti transaksi dalam pekerjaan saya Rupiah dengan Bath.

Lalu penguatan dollar apakah mempengaruhi daya beli masyarakat umum ?. Di Indonesia hal yang berpengaruh terhadap daya beli masyarakat adalah kenaikan harga energi dan pengaruh iklim . Energi mempengaruhi biaya produksi dan distribusi. Sedangkan iklim mempengaruhi produksi pangan nasional . Ke dua faktor ini merupakan penentu dari sebuah penurunan daya beli menurut saya.

Sebagai orang gaul yang sering makan di AW bukan resto asal amerika itu ya , tapi AW (Anak Warteg) . Kuatnya dollar tidak terlalu mempengaruhi nikmat dan kesederhanaan makanan warteg. Kalo kata Bang Sandi Uno nih harga nasi di Singapura lebih murah di banding di Indonesia . Kayaknya Bang Sandi harus safari ke warteg deh nikmatin harga nasi ayam tambah sayur di tambah lagi tempe orek yang cuma Rp.15.000 saja kok.

Jadi kesimpulan dari tulisan ini adalah kita memang harus khawatir dengan tren penguatan dollar ini . Namun di satu sisi kita harus apple to apple dalam sebuah diskusi dan kritik sosial. Parpol dan Simpatisannya baik yang pemerintah maupun oposisi yang aktiv wajib memberikan informasi yang bisa mendidik bukan membangun kritik asal bunyi dan kebencian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline