Akhir-akhir ini makin sering terdengar pelanggaran terhadap Hak Asasi Anak. Anak, sebagai objek kriminal yang lemah, seringkali dianggap remeh sehingga menjadi objek empuk berbagai macam kejahatan. Mulai dari pelecehan, human trafficking, sampai pembunuhan.
Padahal, hukum mengenai perlindungan Hak Asasi Anak sudah jelas tertulis dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 mengenai Perlindungan Anak. Disana dijelaskan bahwa anak adalah seseorang yang belum berumur 18 ( delapan belas ) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Hal-hal yang dilindungi dalam Undang-Undang ini yaitu diantaranya mengenai jaminan kesejahteraan tiap warga negaranya ( termasuk anak ), juga perlindungan anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Nyatanya, di Indonesia sendiri pelanggaran terhadap Hak Asasi Anak dengan mudah dapat ditemukan, baik kasus yang disengaja, maupun kasus yang tidak sengaja. Ketidaksengajaan yang dimaksud adalah ketika belum ada rencana dalam memperlakukan kasus tersebut sebelumnya.
Diantaranya adalah kasus yang cukup hangat diperbincangkan pada bulan Juli lalu yaitu kasus Angeline. Kasus yang terjadi di Denpasar,Bali ini mulai terungkap pada awal Juni lalu. Jasad Angie, anak berumur 8 tahun itu ditemukan tewas terkubur dengan berbalutkan kain putih rumahnya di Jalan Sedap Malam, Sanur, Denpasar tepatnya di belakang kandang ayam dekat pohon pisang pada Sabtu 16 Mei 2015 malam. Bukan hanya itu, Angie juga terbukti telah mengalami kekerasan seksual sebelum meninggal dunia. Beberapa saksi mengaku bahwa mereka seringkali mendengar suara amarah Margaret kepada Angie. Selain itu, Angie selalu berangkat ke sekolahnya dengan berjalan kaki, padahal jarak dari rumahnya ke sekolah tidaklah dekat. Ketika sampai disekolah, Angie kerap dimandikan dan dibersihkan rambutnya oleh guru sekolahnya karena Angie tidak mandi sebelum berangkat ke sekolah setelah mengurusi ayam-ayam di rumahnya.
Dari kasus ini, kita dapat melihat adanya berbagai kasus pelanggaran Hak Asasi Anak diantaranya pelecehan seksual, penganiayaan, serta pembunuhan. Selain itu, Angie juga dipandang tidak mendapatkan kehidupan yang sejahtera dan pantas untuk ia dapatkan. Padahal, Ibu angkatnya merupakan seorang yang berkecukupan. Jelas sekali pelanggaran terhadap Hak Asasi Anak yang berlapis-lapis terpampang jelas di kasus ini. Penyelesaian kasus ini masih melalui proses. Tersangka berganti-ganti, dari Agus sampai ke Margaret.
Menurut saya, kasus ini dapat dikategorikan dalam pelanggaran berat terhadap Hak Asasi Anak. Kasus ini dapat terjadi karena kurangnya perhatian dan pengetahuan rakyat Indonesia terhadap hukum perlindungan anak sehingga pelaku pelanggaran tidak mengetahui konsekuensi yang akan didapat jika melakukan pelanggaran. Hal ini juga dapat terjadi akibat kurang tegasnya hukum di Indonesia. Yang dimaksud dengan kurang tegasnya hukum di Indonesia yaitu salah satunya ketakutan saksi pelanggaran untuk melaporkan kasus pelanggaran kepada pihak yang berwenang.
Solusi dari kasus pelanggaran Hak Asasi Anak adalah dengan kembali menegaskan hukum mengenaik Hak Asasi Anak, sosialisasi tentang kejahatan terhadap anak, juga memberikan pengetahuan kepada anak serta cara melindungi diri dari berbagai kejahatan, mulai dari penculikan,pelecehan, bullying, sampai pembunuhan. Dengan begitu, diharapkan kejahatan terhadap anak dapat berkurang dan perasaan aman dan nyaman diantara anak dapat meningkat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H