Hari itu sama seperti saat ini. Sama sekali tidak ada yang berubah, kecuali aku terus menunggunya disini. Di bangsal rumah sakit yang kosong ini aku menatap ke sorot bintang redup diluar sana. Aku menggumam, apakah jarakku dengan dia sejauh aku dengan bintang yang berkelip itu? Di jendela kamar yang hampa ini, aku terus menatap ke arah luar jendela dengan pikiran yang entah kemana. Besok sudah tahun baru, kembang api hampir bermekaran mulai jam 12 malam nanti. Tapi apakah kau tetap tidak datang? Hatiku menggerutu, salahkah aku untuk berharap bahwa dia menepati janjinya untuk datang kemari? Janji dari sepuluh tahun yang lalu?
Dia yang kumaksud adalah seorang anak gadis ceria seperti bunga matahari dari sepuluh tahun yang lalu. Maafkan aku jika ingatan tentang dia sudah mulai memudar, tapi senyumnya masih terasa nyata bagiku. Seperti baru kemarin aku bertemu dengannya. Bermula dari dia yang mengaku tersesat dan menemukan kamar ini, kemudian menatapku dengan tatapan kaget seolah baru pertama kali melihat manusia sepertiku. Semua anak yang melihatku pasti mengejek kepalaku seperti bola sihir yang berkilau, dan kukira kau akan bicara begitu juga. Tapi ternyata tidak. Kau terlihat lebih dewasa dibandingkan anak-anak seumuran kita.
Sejak hari itu kau sering datang ke kamarku dan secara alami kita menjadi teman baik. Teman berharga yang menuntunku untuk terus berjuang melawan penyakitku. Dan terus berada di sisiku untuk sekedar berbicara atau bermain bersama. Namun saat nenekmu sembuh, kau berhenti untuk datang kemari. Entah karena jiwa sosialnya yang tinggi atau bagaimana, dia berjanji untuk menemuiku lagi dan melihat kembang api bersama pada 31 Desember nanti selesai aku melakukan operasi. Bahkan sebelum pergi, dia mengomeliku agar terus berjuang untuk hidup. Itu kata terakhirnya sebelum dia meninggalkan kamar.
Singkatnya, operasiku berhasil dan aku sedang dalam tahap pemulihan. Dokter bahkan memujiku bahwa pemulihanku berjalan dengan sangat baik sehingga diperkirakan aku bisa pulang lebih awal. Padahal, aku berusaha pulih untuk terlihat lebih baik pada 31 Desember nanti.
Waktu berlalu dengan cepat dan sekarang sudah tanggal 31 Desember pukul 7 malam. Aku duduk dikasur sembari menatap ke jendela. Jalanan terlihat begitu sibuk malam ini, langit malam juga tampak cerah seakan menyambut pergantian tahun tengah malam nanti. Sepanjang waktu aku bersenandung sambil menunggunya datang. Aku terus menunggunya, tapi dia tak kunjung datang. Sampai suatu ketika ayahku datang dengan sedikit berlari kepadaku dan bercerita bahwa
Dia, gadis itu mengalami kecelakaan ketika hendak ke rumah sakit ini.
Dan dikatakan bawa dia meninggal ditempat.
Aku tidak ingat lagi apa yang terjadi setelahnya. Yang jelas hari itu, begitu kacau.
"AAAAAAAAHHHH" Kamu kemana? kenapa malah kamu yang pergi bukannya aku? "Aaa....." bagaimana dengan janji itu, kemana aku harus mencarimu?
Bulir air mata terus berjatuhan merindukan tanah. Dia bukan pembohong tapi dia... kenapa harus dia yang pergi? Tepat sebelum kita melihat kembang api bersama? Kenapa aku yang harus merasakan ini? Disini hampa sekali. Rasanya begitu dingin, lebih dingin dari es krim yang kau bawakan hari itu.