Lihat ke Halaman Asli

Meningkatkan Strategi Pengendalian Penyakit Tular Vektor

Diperbarui: 16 Juni 2022   22:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Vector Borne Disease (VBD) atau Penyakit Tular Vektor (PTV) merupakan peristiwa terjadinya penularan penyakit oleh virus, bakteri, dan parasite yang dibawa oleh vector. Vector merupakan organisme yang menularkan pathogen infeksius seperti serangga. Terdapat lebiih dari 700.000 kasus kematian yang disebabkan oleh penyakit tular vector seperti Malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD), trypanosomiasis, demam kuning (yellow fever), chikungunya, dan filariasis (WHO, 2020).

 Penyakit tular vector banyak terjadi di daerah atau lingkungan dengan kondisi iklim tropis. 

Sudah sejak lama penyakit tular vector menjadi endemic di beberapa negara, khususnya Indonesia. Hal ini tentu berakibat pada system kesehatan, mengingat penyakit yang ditimbulkan menyebabkan morboditas seumur hidup dan mejadi kronis pada penyakit tertentu.

 Selain dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, PTV juga disebabkan oleh kondisi lingkungan sosial dan demografi. Salah satu PTV yang menjadi endemic di Kalimantan Tengah adalah  Demam Berdarah Dengue (DBD) yang disebabkan oleh vektor berupa Aedes aegypti yang membawa virus dengue. 

Penyakit tersebut diawali dengan gejala yang ringan, namun apabila diabaikan dapat berakibat fatal. Siklus dari DBD diawali dari nyamuk pertama yang terinfeksi dan menginfeksi orang pertama, kemudian menyebabkan infeksi pada liver dan eritrosit. 

Infeksi ini akan menimbulkan gejala seperti demam tinggi secara berkala, nyeri sendir otor, nyeri ulu hati, muncul bitnik merah pada kulit, dan gusi berdarah. Gejala-gejala tersebut dikenal dengan fase pelana kuda, yang terjadi selama 6-7 hari. 

Bagi sebagian orang yang tidak memahami gejala dari DBD tentu akan menganggap bahwa gejala yang ditimbulkan adalah penyakit biasa, namun apabila terus diabaikan justru akan berakibat pada kematian. Pada Tahun 2021 menurut data Ditjen P2P, Kemenkes RI terdapat 24,2% kasus/100.000 penduduk dengan Case Fatality Rate (CFR) sebanyakan 0,8%.

Meningkatnya kasus DBD dan melihat dampak yang ditimbulkan, maka perlu adanya perhatian lebih dengan memperhatikan strategi dan metode pengendalian. Mengacu pada Global Vector Control 2017---2030 yang disetuji oleh World Health Assembly terdapat beberapa strategi pengendalian yang dapat diterapkan untuk mengendalikan PTV serta mengatasi dan meghadapi PTV yang ditimbulkan. 

Beberapa strategi yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan pengarahan atau panduan mengenai pengendalian vector dengan dasar data dan bukti untuk melindungi masyarakat dari PTV, memberikan dukungan secara teknis dan meningkatkan pembangunan fasilitas kesehatan yang memadai, serta tenaga Kesehatan yang berperan aktif dalam pengendalian dan penanganan. 

Kemudian memberikan pelatihan mengenai manajemen risiko dan pengendalian vector untuk meningkatkan system pelaporan yang tentunya dilakukan melalui kerjasama dengan badan terkait. Lalu mendukung perkembangan dengan cara melakukan evaluasi pada data, dan teknologi yang digunakan guna menciptakan pendekatan terbaru yang lebih efektif. 

Selain itu, salah satu langkah yang saat ini dapat digunakan adalah dengan menerapkan teknologi ternak nyamuk Aedes aegypti yang mengandung Wolbachia untuk secara perlahan memutus penyebaran PTV dari nyamuk Aedes aegypti.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline