Lihat ke Halaman Asli

Mengungkap Mitos dan Fakta Bahaya dari Produktivitas Palsu di Era Digital

Diperbarui: 9 Mei 2024   13:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi generasi yang sudah hidup di era digital. (Sumber: SHUTTERSTOCK via kompas.com)

Di era digital yang serba cepat ini, tekanan untuk menjadi lebih produktif terasa semakin besar. Namun dalam produktivitas itu, kita terkadang terjebak kedalam apa yang disebut "produktivitas palsu." 

Produktivitas palsu adalah keadaan dimana kita terlihat sangat sibuk, tetapi sebenarnya tidak menghasilkan hasil yang berarti. Atau kasarnya kerja tidak ada hasil. Mari kita ungkap mitos seputar produktivitas dan fakta-faktanya.

Kesibukan tidak melulu berkolerasi dengan produktivitas. Terkadang, kesibukan itu sendiri menciptakan ilusi produktivitas tanpa hasil. Ini adalah fakta yang terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari, atau hanya saya? 

Dalam perjalanan menyelesaikan tulisan akhir atau biasa disebut skripsi, saya  terjebak dalam produktivitas palsu yang mana hasilnya selalu zonk. 

Menyelesaikan skripsi dengan harapan dapat acc dari dosen, saya pikir sebuah produktivitas karena selalu begadang sampai subuh, bahkan sambil mengerjakan hal yang lain dan ternyata revisi.

 Kalimat semakin banyak kerja, semakin produktif itu tidak benar. Karena faktanya, jam kerja yang berlebihan mengakibatkan stres, kelelahan, penurunan pola makan, bahkan penurunan produktivitas jangka panjang. 

Apalagi jika permasalahan utamanya skripsi yang sering revisi, dijamin stres jangka panjang. Tidak juga sih, soalnya saya bahagia saja hari ini. Hahah sekalian curhat.

Dalam Era digital yang terus berkembang seiring bertambah tuanya umur bumi, penting untuk kita  ketahui bahwa produktivitas sejati bukanlah tentang terlihat sibuk atau menyelesaikan banyak sekali bentuk tugas atau tanggungan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Tapi membutuhkan keseimbangan antara efisiensi, fokus dan juga kreativitas yang berkelanjutan. 

Contohnya si A beranggapan bahwa mengerjakan semua pekerjaan tanpa istirahat adalah tanda dari sebuah komitmen dalam pekerjaan. Namun, pada kenyataannya, tanpa istirahat yang cukup kinerjanya akan menurun karena kelelahan mental dan fisik. 

 Sumber: iStock

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline