Lihat ke Halaman Asli

Ketika Cinta Harus Memilih

Diperbarui: 30 Juni 2024   06:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Koleksi Pribadi Claudia Magany

Zaman kami kuliah, akronim KKN sebagai Korupsi Kolusi dan Neputisme, belum ada dalam kamus bahasa gaul. Akronim KKN yang sangat populer kala itu ialah Kejar-kejar Nona. Sedangkan bagi wanita, Kejar-kejar Nyong.

Dari segi usia, memang waktu yang tepat untuk mulai lirik-lirik memikirkan calon pasangan hidup kita. Berdasarkan umur, masuk usia sangat subur untuk membentuk keluarga. Secara fisik mental dan pendidikan pun dianggap telah memenuhi persyaratan. Pertanyaan berikutnya adalah, "Siapakah jodohku?"

Pengumuman Lokasi KKN Unhas Gelombang XLII (42), di tempel di jendela gedung Pasca Sarjana. Kampus baru Tamalanrea waktu itu masih sangat gersang. Pohon-pohon pun baru ditanam sepanjang kiri kanan jalan masuk ke kampus. Di belakang bangunan yang merangkap gedung penelitian, ada galian tanah yang cukup dalam. Setiap kali hujan, lubang ini menampung air sehingga membentuk danau kecil.

Ada beberapa gazebo di sekitar danau buatan tersebut. Sejak pengumuman KKN, hampir semua orang berebut ingin duduk santai menikmati sepoi angin dari danau. Selain sejuk dan teduh, lokasinya juga sangat nyaman untuk membidik calon kekasih hati.

Contohnya aku. Siang itu aku asyik mengamati kerumunan mahasiswa yang sedang membaca pengumuman. Mataku menangkap tubuh tegap tinggi, rambut hitam sedikit bergelombang. Tersisir rapi, agak panjang tapi tidak gondrong. Hanya menyentuh lipatan kerah polo yang dia kenakan.

Bahunya lebar dan cukup atletis. Wajahnya? Entahlah, sebab aku hanya melihat posturnya dari belakang. Herannya, selama aku mengamati, si pemilik postur ini tak pernah menengok ke arah gazebo tempat kami duduk.

***

Matahari semakin tinggi. Novi sudah ribut mengajakku pulang bersama. Semalaman bahkan seminggu lebih aku dibikin penasaran sebab tidak sempat melihat wajah si pemilik badan atletis yang hari itu telah membuat jantungku dagdigdug tidak karuan.

Tiba hari pembekalan, ada sekitar 300 mahasiswa yang hadir di aula serba guna Unhas. Aku sengaja memilih bangku paling atas. Sambil mendengar ceramah dosen-dosen pendamping, mataku sibuk mencari sosok yang telah membuatku resah belakangan ini.

Namanya Alvian (dipanggil Pian). Mahasiswa fakultas Pertanian, jurusan Teknik Pertanian. Orang Toraja, tiga bersaudara, diapit adik dan kakak perempuan. Bapaknya tentara dan mereka tinggal di kompleks Yonif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline