Lihat ke Halaman Asli

Rumah Seharga 1 Euro di Italia

Diperbarui: 27 Mei 2024   01:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Casa abbandonata (foto dokpri Claudia Magany)

RUMAH 1 EURO

Beberapa tahun lalu banyak teman-teman dari Indonesia yang bertanya soal rumah seharga 1 euro  di Italia. Termasuk mama juga antusias ingin ikutan beli biar dekat dengan anak dan mantunya.

Sebelum menjawab, saya bertanya ke suami soal isu ini. Serta merta dia terbelalak tak percaya kalau ada yang jual rumah seharga 1 euro di Italia. "Tu sai, in Italia nulla gratis tranne le scoregge" (Kamu tahu di Italia tidak ada yang gratis kecuali kentut). Harga 1 euro bisa diartikan gratis sebab dalam transaksi di sini sering dicantumkan harga 1 euro dalam arti regalo (hadiah) untuk barang-barang bekas.

Seraya menyodorkan beberapa situs yang membahas isu ini, akhirnya kami search berbagai sumber. Memang ada banyak sekali berita tentang rumah harga 1 euro.

Isu ini dimulai dengan percobaan pertama pada tahun 2008 di Salemi, sebuah desa kecil di Sisilia, provinsi Trapani. Kemudian "trend" baru ini juga menyebar ke banyak desa lain di Selatan, hingga akhirnya mencapai Italia Utara.

Belakangan, publikasi ini juga digencarkan oleh agen-agen penjual rumah, agen perjalanan wisata dan influencer di medsos. Lengkap pula dengan sederet nama regione dan provinsi di Italia. Bahkan negara Eropa lain juga ada yang menawarkan rumah-rumah tersebut yang rata-rata berlokasi di pinggiran kota, agak terpencil.

DEPOPULASI

Alasan menjual rumah 1 euro, antara lain karena banyak warganya yang sudah meninggal atau migrasi ke kota lain. Atau bahkan ke luar negeri. Ada yang karena bekerja, sekolah dan menikah. Jadi hanya tersisa para lansia yang tinggal di kota-kota tersebut. Gaya hidup pasangan muda yang tidak ingin punya anak juga menjadi penyebab kota tersebut semakin sepi.

Di sekitar Oderzo pun sudah ada beberapa sekolahan yang terpaksa tutup karena tidak ada calon murid. Kalau pun ada, hanya segelintir siswa. Sementara biaya operasional untuk mengaktifkan sekolah, cukup mahal. Jadi mereka harus bersekolah di kota lain. Dalam hal ini, comune (pemerintah daerah) hanya menyediakan sarana bus kuning untuk antar jemput pelajar.

Selain sekolahan tutup, sekarang juga banyak sekali kegiatan ekonomi yang gulung tikar. Mulai dari bar, restoran, toko, supermarket bahkan pabrik-pabrik banyak yang tutup.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline