Lihat ke Halaman Asli

Andante: Namaku Andante

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

-Namaku Andante-

“Terima kasih Tuhan. Hidup-matiku dalam genggaman-Mu. Terpujilah Tuhan yang telah memberiku kesempatan hidup yang indah.”

Matahari pagi di hari Minggu ceria menyeruak masuk menerobos tirai jendela kamar. Udara pagi yang menyejukkan membantu mentari biar tak dimaki karena kilauan panasnya. Ibuku pasti telah berusaha membangunkanku, dan kebiasaan membuka jendela kamar tak akan dilupakan Ibu. Dan selalu saja, aku tetap melanjutkan tidur setelah dibangunkan Ibu. Dan sejam kemudian Ibu pasti kembali ke kamarku, dan berteriak sekencangnya memanggil namaku hingga aku terlonjak. Maka berterbanganlah bunga-bunga tidurku seraya menyapa ‘Selamat pagi, Andante.’

Andante. Panggil aku Dante. Namaku tak diambil dari nama puncak gunung Dante. Ingat film berjudul Dante’s Peak, yang peran utamanya dimainkan Pierce Brosnan sang agen seksi 007, film yang menggambarkan keganasan letusan gunung berapi di sebuah kota kecil di bagian Pacific Northwest, Amerika. Ayahku tak segarang itu memberi nama gunung berapi pada anak semata-wayangnya. Namun, memang film itu jadi favorit ayahku. Lagian Ayah juga tidak memungut namaku dari film itu, karena aku ada bahkan sebelum film itu ada. Ayah seorang penggemar sastra, dan Dante Alighieri adalah salah satu sastrawan abad pertengahan dari Itali yang ia kagumi. Sedangkan Ibuku begitu terpesona melihat lukisan sosok Dante yang dilukis oleh pria bernama Giotto. Mereka berdua sepertinya terikat karena sebuah nama, Dante. Sehingga memutuskan untuk memberi nama Dante pada buah cinta mereka.

Tapi, bukan dari seorang Dante itu pula nama untukku diciptakan. Ayah tak sefanatik itu pada Dante sang sastrawan, walaupun ia penggemar sastra bahkan menulis sastra di sela-sela kesibukan kantornya. Dan ibu tak sekagum itu pada lukisan Dante, walaupun ia seorang seniman sejati. Pecinta lukisan dan musisi. Ibuku seorang pianis –dan seorang guru piano yang sangat sabar melatihku—telah memberi nama Andante padaku. Karena ia ingin anaknya mempunyai sikap moderat. Andante yang biasa tertulis di bagian atas kanan partitur musik menandakan untuk memainkan musik dalam tempo moderat, tempo sedang, tidak tinggi, tidak rendah. Ibu tidak memberi nama Allegro yang bertempo cepat, tidak juga memberi nama Largo yang bertempo lambat. Tapi, Ibu memberi nama Andante yang dikenal sebagai a ‘walking’ tempo. Ayahku sepakat dengan Ibu. Ayah juga suka dengan nama itu, dan makna dibaliknya. Mungkin mereka ingin, aku menjalankan hidup ini dengan sewajarnya. Tidak berlebih-lebihan, tidak juga berkekurangan.

Cukuplah aku membahas nama itu. Sebenarnya namaku tak satu kata saja. Ada nama Ayahku juga dibelakangnya, Nugros. Jadi demikianlah nama yang tertulis di akta kelahiran dan akan tertulis di ijazah kelulusan SMA-ku nanti. Dan waktu itu kurang lebih satu tahun lagi. Besok, hari Senin, hari pertama aku menginjakkan kaki di sekolah sebagai siswi kelas 3. Ya, siswi! Mungkin ada yang mengira aku ini lelaki, karena namaku Dante. Tak apalah. Dante memang identik sebagai nama lelaki. Mungkin dengan nama itu, aku bisa menjadi perempuan sekuat lelaki. Tapi, tolong jangan pisahkan Dante dari An. Tanpa an-, hilanglah makna namaku. Namun, tidak apa-apa jika aku dipanggil Dante, mungkin akan merepotkan untuk memanggilku Andante.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline