Lihat ke Halaman Asli

Perkembangan Kepercayaan dari Masa ke Masa

Diperbarui: 15 November 2022   14:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pertama-tama kita harus mengetahui "apa itu sejarah?" Sejarah adalah peristiwa yang unik yang terjadi sekali saja, diingat banyak orang, mempengaruhi banyak orang, dan sesuatu yang bisa diteliti oleh penelitian. Dahulu terdapat masa praaksara yang termasuk dalam sejarah. Dari zaman ke zaman, terjadi sebuah perkembangan. Pada masa praaksara (masa sebelum orang-orang mengenal tulisan), terdapat 5 zaman. Zaman-zaman tersebut terdiri dari zaman Paleolithikum, zaman Mesolithikum, zaman Neolithikum, zaman Megalithikum, dan Zaman Perunggu.  Zaman dahulu (Paleolitikum) orang-orang belum mengenal dan memercayai sebuah agama, namun seiring berjalannya waktu mulailah perkembangan tersebut. Berawal dari masa Mesolitikum, dimana orang-orang sudah memiliki kepercayaan, baik itu secara animisme dan dinamisme. Animisme adalah kepercayaan akan arwah nenek moyang, sedangkan dinamisme adalah kepercayaan akan dewa dan dewi atau menyembah patung berhala. Lalu terjadilah perkembangan pada kepercayaan hingga sekarang, dimana terciptanya agama yang berbeda-beda. Agama-agama tersebut terdiri dari Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Pertanyaannya, bagaimana sejarahnya sampai muncul 6 agama seperti sekarang?

Sejarahnya dimulai dari zaman Paleolithukum atau yang biasa disebut dengan "zaman berburu dan mengumpulkan makanan", dimana orang-orang belum ada kepercayaan sama sekali karena mereka memfokuskan diri mereka pada satu aktivitas yaitu berburu mencari makanan. Pada zaman itu, orang-orang hanya berburu dan mereka sangat bergantung pada perubahan iklim, bencana alam, ancaman hewan buas, sumber makanan atau tumbuh-tumbuhan. Jadi pada saat itu, mereka tidak tahu adanya sebuah kepercayaan. 

Dilanjuti dengan zaman batu pertengahan / batu muda atau bisa disebut dengan zaman Mesolitikum. (Wulandari, 2021) Zaman ini terjadi pada 10.000-2500 tahun yang lalu, dimana manusia sudah mulai mengalami percampuran pendatang proto dan deutro (Melayu tua dan Melayu muda) (Ardiansyah, 2017). Disini, orang-orang juga mengalami hidup semi menetap, mulai melukis dinding di goa, sudah ada perkembangan pekerjaan, dan kepercayaan sudah mulai ada. Di zaman Mesolitikum, manusia sudah memiliki kepercayaan, mereka bebas memilih kepercayaan dan tidak ada UUD atau aturan yang terkait. Banyak orang-orang di zaman Mesolitikum menyembah dan melakukan ritual pada patung berhala atau benda-benda. ((Kepercayaan Zaman Mesolitikum - Tanjung Pinang Pos, 2020) Menurut Sinode Gereja Kristus Yesus (2015), zaman ini tentunya tidak sesuai dengan kehendak Tuhan karena adanya penyembahan berhala yang merupakan dosa besar dihadapan Allah.

Selanjutnya ada zaman batu baru atau yang biasa disebut zaman Neolithikum. Tentu zaman ini lebih modern dibandingkan zaman-zaman yang sebelumnya. Pada zaman ini, orang-orang sudah mengalami peningkatan. Mereka sudah memelajari cara bercocok tanam sehingga sumber makanan bukan hanya dari hasil buru. Mereka mulai bekerja dalam kelompok dan sudah memiliki rumah tetap / rumah awal. Mereka juga mengalami peningkatan dalam kepercayaan animisme maupun dinamisme. Menurut Widya (2022), orang-orang pada zaman Neolitikum percaya bahwa setelah seseorang meninggal, roh orang tersebut akan hidup di alam yang lain. Sama seperti zaman Mesolitikum, zaman ini tidak sesuai dengan kehendak Allah karena masih termasuk tindakan penyembahan berhala. 

Setelah zaman batu baru, muncul zaman batu besar atau yang biasanya disebut dengan zaman Megalitikum. Di zaman ini, terjadi perpecahan wilayah (batu mulai naik dan turun), manusia mulai menemukan batu besar karena lempeng tektonik, dan yang paling berkembang adalah kepercayaan animisme dan dinamisme. Di zaman ini kepercayaan dinamisme masih berkembang, namun kita akan memfokuskan pada perkembangan animisme yang sangat berkembang. Banyak orang-orang yang menyembah arwah nenek moyang serta menyembah dewa. Contohnya adalah mereka mulai mendirikan menhir, sarkofagus, dan punden berundak untuk sarana perjamuan, tanda kubur, tempat kubur leluhur, dll. Zaman dahulu cara penguburan masing-masing orang berbeda-beda sesuai tingkat kedudukan sosialnya. Dari fakta-fakta diatas, sudah tercatat bahwa zaman Megalitikum sangat memercayai keyakinan animisme. Karena masih termasuk penyembahan berhala, hal ini masih termasuk kedalam 10 perintah / larangan Allah.

Lalu zaman terakhir adalah zaman logam atau yang biasanya disebut Zaman Perunggu. Zaman Perunggu adalah zaman yang paling maju dari yang lain, baik dari sisi kondisi manusia, cara beradaptasi, kehidupan sosial, perkembangan ilmu pengetahuan & teknologi, dan perkembangan pada kepercayaan animisme dan dinamisme. Disini orang-orang sudah bisa membangun rumah serta sudah bisa mendapat pekerjaan seperti petani dan nelayan. Di zaman ini manusia masih memiliki kepercayaan akan animisme dan dinamisme, tetapi mereka lebih memfokuskan diri pada pengelolaan diri untuk mengembangkan pemikiran dan aktivitas yang akan mereka lakukan. 

Lalu sekarang munculnya 6 agama yang berbeda-beda. Menurut Unkris (2012), berkembangnya kepercayaan dari animisme dan dinamisme hingga munculnya 6 agama dinamakan monoisme. Karena semakin hari manusia semakin bisa berpikir kritis, manusia mulai penasaran dan memikirkan "siapa yang menciptakan alam semesta ini?" "Kok saya bisa ada di dunia ini?" Maka manusia di Zaman Perunggu mulai berpikir bahwa ada kuasa yang lebih besar dari kuasa manusia. Dari teori tersebut, manusia mulai merangkai dengan banyak fakta yang ditemukan lalu terciptalah 6 agama seperti sekarang.

Namun, dengan terciptanya 6 agama, sekarang orang-orang malah tidak bisa memertanggungjawabkan kewajiban tersebut. Di Indonesia terdapat aturan UUD & UU 1. UUD 1945 Pasal 28E, ayat (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, ayat (2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya. Dari kedua ayat yang ada pada UUD 1945 Pasal 28E bisa disimpulkan bahwa adanya kebebasan untuk beragama di Indonesia. Setiap orang berhak memilih agama sesuai kemauan hatinya dan kepercayaannya. Tetapi sering sekali ditemukan orang-orang yang tidak bisa melakukan kewajibannya sesuai dengan agama yang di percaya. Sebenarnya, orang-orang bebas melakukan tindakan apa saja selagi itu berkenan untuk agamanya dan tidak melanggar peraturan UUD. (Syam, 2022)

Namun, ada aturan yang diterapkan di Indonesia yang terdapat pada pembukaan UUD alinea ke 3 "Atas berkat rahmat Allah yang maha Kuasa" dan di alinea ke 4 "yang berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa" sehingga menjadikan ciri khas bangsa Indonesia yaitu umat yang beragama. Dari kedua alinea tersebut, bisa disimpulkan masyarakat Indonesia berhak memilih sesuai kemauan dirinya asalkan tidak bertentangan dengan prinsip Ketuhanan yang Maha Esa dan selama tidak mengganggu agama yang lain. UUD 1945, rumusan Pasal 29 ayat (2) telah menyatakan "negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu''. Ayat ini memberitahu bahwa negara maupun pemerintah sekaligus telah memberikan masyarakat jaminan atas kebebasan beragama. (Lembaga Bantuan Hukum Pengayoman, 2021)

Ada banyak sekali agama di Indonesia. Keenam agama tersebut memiliki latar belakang dan jalan cerita yang berbeda-beda. Dengan perbedaan tersebut, masyarakat Indonesia harus membiasakan diri untuk saling menghargai dan menciptakan trilogi kerukunan antar umat beragama. Trilogi kerukunan tersebut terdiri dari kerukunan intern beragama, kerukunan antar beragama, serta kerukunan antar umat beragama dengan perintah. Tujuan terciptanya trilogi kerukunan untuk membiasakan masyarakat Indonesia untuk belajar rukun, saling menghargai, dan mengurangi konflik perkelahian karena agama sehingga terciptanya negara yang mengenal sikap toleransi "Berbeda-beda tetapi tetap satu jua." (Kesbangpollinmas, 2018)

Kerukunan tersebut dimulai dari kerukunan intern beragama, dimana orang dengan agama atau komunitas agama yang sama harus rukun dan saling menghargai. Sedangkan kerukunan antar beragama adalah kerukunan yang tercipta karena bisa menghargai umat yang berbeda agamanya. Dan yang terakhir adalah kerukunan antar umat beragama dengan perintah. Menghargai umat intern dan antar negara itu sudah merupakan kewajiban masyarakat Indonesia karena itu sudah tercatat di peraturan Pasal 29 UUD 1945. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline