Lagi-lagi benakku sibuk dengan situasi yang saling tangkis antara harus menguati logika atau perasaan. Hubungan disonan timbul karena sebenarnya aku tahu logika yang harus aku gunakan untuk berpikir, tapi SEKARANG perasaan terlalu merengek untuk diperhatikan. Dan ego yang akhirnya memenangkan pertempuran dengan terus membanjiri tembakan lewat tangis yang tak terlawan. Sejujurnya aku benci situasi ini. Merasakan dan dapat diakui bahwa aku lemah, terlalu rapuh. Hujan air mata justru makin lancar dengan kesadaranku akan hal ini. Hal yang sebenarnya telah mencoba menggiringku untuk memilih berpikir secara dewasa, tanpa mementingkan ego. Tapi ternyata kekuatannya tak cukup mampu menahan senapan ego yang makin membombardir hati dan benak yang semakin memanas. Sometimes,ga salah juga sih menangis. Sekedar untuk melampiaskan rasa yang memburuk, untuk mengurangi beban yang menekan. Actually, aku bukan sedang patah hati atau stres berat karena ada masalah lhoh. Aku bukan sedang berlari dari kondisi tidak menyenangkan, aku hanya sedang… Mencoba memerangi situasi kurang nyaman akibat logika dan perasaan yang sering beradu. Aku belum menemukan senjata apa yang ampuh untuk memerangi semua itu.
Apa katamu? Cinta? I’ve a lot of love. Cinta memang dahsyat. Banyak cinta yang telah mempercantik hidupku. Tapi….. Kadang cinta juga yang menimbulkan percikan untuk kembali menciptakan duel maut logika dan perasaan. Oh sungguh aku mencintai cinta. Buatlah percikan air yang makin membuatku selalu berbunga-bunga, bukan percikan yang menyulut perang batinku.
Aku memuja hadirmu, cinta. Jangan jauh, aku menunggumu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H