Lihat ke Halaman Asli

Clarissa Jovanka Pangaribuan

Universitas Airlangga

Cukai Minuman Berpemanis: Apakah Efektif?

Diperbarui: 11 Desember 2024   20:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Saat ini, Indonesia menjadi negara tertinggi ketiga dalam mengonsumsi minuman berpemanis. Minuman berpemanis selalu menggoda selera, sehingga menjadi bagian tak terpisahkan dari hidup. Dengan menjadikan mengonsumsi minuman berpemanis sebagai kebiasaan, dapat menciptakan ketergantungan pada rasa manis, yang dapat mengganggu pola makan sehat secara keseluruhan. Minuman berpemanis kerap dikonsumsi oleh anak-anak, yang dimana mereka sering kali tidak memperhatikan kadar gula yang terkandung dalam minuman tersebut, sehingga para anak-anak mengonsumsi minuman berpemanis secara berlebihan. Tidak hanya anak-anak, para anak muda juga sering kali meminum minuman berpemanis, contohnya seperti minuman kopi kemasan. Namun, dibalik rasa manis yang menggoda, minuman ini menyebabkan dampak kesehatan yang serius. Mengkonsumsi minuman dengan kadar gula yang tinggi dapat menimbulkan obesitas, karena gula yang dikonsumsi akan diubah tubuh menjadi lemak dan disimpan  sehingga menyebabkan penumpukan lemak. Selain itu, mengkonsumsi gula secara berlebihan dapat menimbulkan penyakit diabetes. Hal ini disebabkan oleh terganggunya kemampuan tubuh dalam mengatur kadar gula darah, karena pada umumnya batas konsumsi gula per hari adalah 4 sendok makan atau 50 gram, sedangkan jumlah gula pada minuman berpemanis lebih dari 50 gram atau melewati batas konsumsi gula harian. Minuman yang mengandung gula, terutama menggunakan pemanis buatan, dapat mengganggu keseimbangan gula darah,meningkatkan resistensi insulin, dan menyebabkan peradangan tubuh yang berlarut-larut. Peradangan kronis ini dapat menyebabkan berbagai penyakit degeneratif. Dalam menghadapi tantangan ini, Indonesia telah mempertimbangkan kebijakan seperti penerapan cukai pada minuman berpemanis. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI menyepakati usulan tarif cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) sebesar minimal 2,5 persen pada 2025. Dengan mengenakan cukai ini, pemerintah mengharapkan masyarakat akan mempertimbangkan lebih banyak jenis minuman yang mereka minum dan beralih ke pilihan yang lebih sehat, seperti air mineral atau jus alami, sehingga mengurangi daya beli dan aksesibilitas bagi banyak orang. Namun, kebijakan pemerintah ini menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.

Menurut saya, penerapan cukai ini kurang efektif dan dapat menimbulkan banyak konflik pada aspek ekonomi di masyarakat. Dengan menaikkan cukai pada minuman berpemanis, dapat memberikan dampak negatif terhadap usaha-usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Beberapa dampak yang akan ditimbulkan dari pengenaan cukai tersebut, antara lain UMKM produsen minuman manis akan mengalami kenaikan biaya produksi, sehingga dapat menyebabkan turunnya permintaan konsumen akibat harga yang tinggi. Konsumen akan mencari alternatif untuk produk  minuman manis yang lebih murah, seperti produk UMKM lain yang tidak terkena cukai tersebut. Dengan rendahnya permintaan konsumen, maka akan menyebabkan ancaman yang serius terhadap kelangsungan usahanya, salah satunya adalah beberapa UMKM akan memilih untuk menutup usahanya. Hal ini dapat mengganggu perekonomian masyarakat yang menjalani usaha-usaha tersebut. Selain itu, dengan mengenakan cukai pada minuman berpemanis, tidak menjamin bahwa masyarakat tidak akan mengonsumsi minuman berpemanis. Beberapa orang yang sudah menjadikan mengonsumsi minuman manis sebagai kebiasaan, akan sulit untuk mengubah kebiasaan tersebut dalam waktu yang singkat, sehingga mereka akan tetap membeli minuman berpemanis tersebut meskipun harganya naik. 

Oleh karena itu, ada beberapa alternatif lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi konsumsi minuman berpemanis. Pertama, dengan edukasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan sebuah kampanye, seminar, atau penyuluhan terkait dengan dampak negatif yang ditimbulkan dari konsumsi gula berlebih, dan manfaat pilihan minuman yang lebih sehat, seperti memberi informasi terkait minuman dengan pemanis alami, sehingga diharapkan dengan pemberian informasi tersebut dapat membantu masyarakat membuat pilihan yang baik. Kedua, yaitu melakukan promosi minuman sehat. Pemerintah dapat memberi himbauan kepada produsen UMKM untuk mempromosikan dan menyediakan lebih banyak minuman yang rendah gula atau tanpa gula. Produsen UMKM dapat membuat inovasi baru dengan memvariasikan bahan-bahan alami menjadi suatu minuman yang sehat yang sesuai dengan selera masyarakat. Dengan melakukan beberapa alternatif ini, diharapkan dapat mengurangi konsumsi gula dan tidak menimbulkan dampak negatif bagi beberapa pihak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline