Lihat ke Halaman Asli

Clarissa Rizki Safira

Mahasiswi Universitas Negeri Jakarta

Bahaya Kekerasan Dalam Pacaran dan Analisis Kasus Viral Novia Widyasari

Diperbarui: 17 Desember 2022   15:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

A.    LATAR BELAKANG

Pacaran dipandang menjadi proses mempelajari dan mengerti karakter maupun sifat pasangan masing-masing, pacaran bisa memenuhi berbagai hal bersama untuk membentuk rasa percaya dan aman. Diperlukan proses ini supaya bisa berlanjut ke jenjang berikutnya yakni pernikahan, dengan perkenalan melalui pacaran tidak membuat menyesal menikah. Padahal, pelaksanaan proses tersebut masih sangat jauh dari tujuan sebenarnya. Orang-orang yang belum cukup umur dan sama sekali tidak siap untuk memenuhi persyaratan pernikahan jelas terbiasa melakukan apa yang seharusnya tidak mereka lakukan.

Era globalisasi saat ini menawarkan banyak hal sebuah fenomena baru, salah satunya adalah pacaran. Melalui Wijayanto (2003:141) menjelaskan: "Dengan bahasa benar, pacaran adalah hubungan sosial berbagai jenis entitas sosial untuk kepentingan tertentu, baik fisik (fisik) maupun non fisik (pribadi, karakter) berdasarkan komitmen dengan atau tanpa syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak." Pacaran remaja sudah tidak bisa dipisahkan lagi, itulah hubungan yang lumrah.

Sekarang batasan pacaran sudah mulai memudar seiring berjalannya waktu. Lingkungan sosial berperan penting dalam perkembangan gaya pacaran individu. Seperti mereka mengikuti gaya orang luar yang tidak etis, mereka berpikir bahwa jika mereka tidak punya pacar, mereka tidak bisa mengikuti tren saat ini. Gaya pacaran saat ini biasanya bersifat bebas dan ditampilkan di depan umum seperti berpegangan tangan, berpelukan dan berciuman di tempat umum. Indahnya asmara pacaran memukau remaja hingga mereka lupa bahwa dibalik indahnya pacaran jika mereka tidak berhati-hati, akan berakhir ke situasi yang buruk bahkan bisa menjadi cerita yang tidak akan terlupakan seumur hidup.

Insiden kekerasan dalam pacaran biasanya terjadi di kalangan anak muda dan bisa berakibat serius. Perkembangan anak muda sangat dipengaruhi oleh keadaan emosinya. Oleh karena itu, mereka sangat dipengaruhi oleh pengalaman hubungan tersebut. Hubungan yang sehat atau perilaku berpacaran dapat berdampak positif pada perkembangan emosi anak muda. Tetapi, pacaran yang tidak sehat dan kasar dapat memiliki efek negatif.

Kekerasan dalam pacaran yang mayoritasnya yakni korban perempuan, seringkali akibat dari ketidaksetaraan yang diterima secara umum antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. 

Laki-laki umumnya memandang perempuan sebagai makhluk yang lemah, penurut, pasif, sehingga menjadi penyebab utama perlakuan bengis. Tindak kekerasan yang dilakukan oleh pasangan dalam hubungan pacaran bisa menimbulkan berbagai efek negatif pada korban yaitu kerugian dalam hal psikologis (keinginan untuk bunuh diri, psikosomatis), kerugian dalam kesehatan fisik, kecanduan obat-obatan, dan kriminalitas.

Banyak pasangan yang berubah secara signifikan segera setelah pelecehan menunjukkan penyesalan, meminta maaf, berjanji untuk tidak melakukannya lagi, dan bersikap baik kepada korban. Masalah ini menyebabkan wanita terus memaafkan dan memahami sikap pasangannya dan kembali menjalin hubungan pacaran ke semula. Kendatipun seseorang yang pada dasarnya ingin bersikap kasar kepada pasangannya cenderung bakal mengulangi hal yang sama karena sudah menjadi sikap dan tabiat saat menemui masalah. 

Saat memasuki suatu hubungan, seorang pria atau wanita mencoba mendominasi dan mengendalikan pasangannya dalam hal masyarakat, penampilan dan tempat kerja. Alasan mereka melakukan ini hanyalah karena cinta kepada pasangannya. Menanggapi hal tersebut beberapa informan mengatakan bahwa mereka mengatakan tidak peduli bahkan merasa senang diperlakukan demikian karena itu juga berarti pasangannya peduli dan terkesan protektif. Jika demikian, maka tentu tidak menjadi masalah, selama sikap yang mencoba untuk dapat diterima oleh pasangan dan tidak merasa bahwa sikap membatasi, tidak mematikan kreativitas atau membatasi kebebasan, meskipun terkadang kita perlu . seseorang untuk membimbing kita. Namun di sisi lain, ada juga yang mengatakan bahwa sikap mengontrol kurang dapat diterima oleh pasangannya karena dapat "mematikan" kreativitas dan kebebasannya. Sikap yang bertujuan untuk menguasai atau menguasai dianggap wajar dalam batas-batas tertentu dan asalkan wajar dan dapat diterima oleh pasangannya. Tetapi jika semua itu dilakukan terlalu banyak dan terus menerus, maka kemungkinan memberontak lebih besar daripada diam, karena dianggap kasar atau berlebihan dalam menunjukkan kasih sayang, sehingga lambat laun tindakan itu tampak sebagai tindakan kekerasan. meskipun tidak secara fisik.

Di ranah privat, terdapat berbagai bentuk kekerasan yang dicatat Komnas Perempuan dalam CATAHU 2020, yaitu kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan psikis dan kekerasan ekonomi. Sebagian besar bentuk kekerasan bersifat fisik sebanyak (43%), kekerasan seksual (19%), dan kekerasan ekonomi (13%). Bersumber pada laporan yang dipersetujui Komnas Perempuan, bentuk kekerasan yang didapat para korban tidak hanya satu bentuk kekerasan, melainkan berlipat. Rata-rata lelaki melakukan kekerasan dalam pacaran sebab kebutuhan lelaki buat memerintah atau membabat perempuan dan kurangnya empati dapat membuat lelaki lebih memilih untuk menyandarkan kekerasan.

Bentuk-bentuk kekerasan dalam pacaran merupakan bagian dari kekerasan yang terjadi dalam hubungan. Menurut Luhulima (2000: 11), bentuk-bentuk kekerasan dalam  pacaran di kalangan remaja atau kekerasan hubungan intim di kalangan remaja dapat dikelompokkan ke dalam bentuk-bentuk berikut: 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline