Lihat ke Halaman Asli

Hutang Darah, Bayar Nyawa

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam semakin larut. Kentongan pos kamling sudah terdengar dipukul 12 kali kira2 15 menit yg lalu. Aku berdiri menghadap 2 orang yang tertidur lelap. Dengan senjata mematikan siap di tanganku. Jantungku berdegup keras. Mataku mengamati tembok kiri kanan mencari makhluk Tuhan yang membuatku dendam. Sesekali kualihkan pandanganku ke arah 2 orang yg tertidur. Sekelebat bayangan nampak ke arah tembok sebelah kanan. Ku kejar dengan semangat 45. Dan....des..des.brak..brak..mampus kamu! Darah muncrat mengenai tanganku dan belepotan di tembok. Istriku bangun dari tidurnya.

"Kenapa toh pakne, malam2 ribut. Aduh temboknya belepotan darah. Istighfar pakne, apa yg pakne lakukan?"

"Hutang darah bayar nyawa bune"

"Iya, tapi jangan ditembok yg baru dicat!"

"Yang penting aku puas. Aku gak rela darahmu dan darah anakmu dihisap si nyam-nyam!"

"Oalah...nyamuk-naymuk, kamu bikin kotor tembok!"




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline