Lihat ke Halaman Asli

Untukmu Ibu] Terima Kasih Karena Telah Menyelamatkan Masa Remajaku

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1387689790608821224

[caption id="attachment_300469" align="aligncenter" width="617" caption="Mama dan anak-anak perempuannya"][/caption]

No. Peserta 59 : Citra Rizcha Maya

Hai ma, seandainya saat ini mama ada di depanku. Mama tahu apa yang akan kulakukan? Aku akan memelukmu, mencium pipimu dan berbisik “Terima kasih karena telah menyelamatkan masa remajaku.” Masa remaja saat paling berarti buatku, penuh jebakan dan berkali-kali menghantamku. Untunglah aku memilikimu sehingga aku bisa melewati masa itu dan sekarang inilah aku.

Mau main tebak-tebakan, ma? Tebak apa yang sedang aku kenakan sekarang? Atasan halter rajutan warna-warni dan rok mini tumpuk dengan motif cipratan cat aneka warna plus model rambut ala Lolly. Persis seperti kesukaanmu. Warnailah dunia anakku! Salah satu ucapanmu dulu ketika usiaku 15 tahun. Yeah waktu berlalu. Sekarang aku cuma ‘fashion show’ di kamar saja. Sejak berhijab, you know lah mom ada batasan untuk  gaya fashion favorite kita berdua,  yang nggak lagi-lagi (boleh) aku kenakan hahaha.

Masih ingat trotoar sepanjang pertokoan jalan Kartini yang beberapa kali dalam seminggu kita jadikansebagai runway? Aku merindukan hari-hari yang berlalu itu. Walau masih teringat jelas bagaimana kegiatan konyol-tapi-keren-rahasia kita berdua itu bermula. Awalnya bukan kisah yang indah. Tapi, aku sangat mengenalmu. Kamu mampu melakukan segalanya kan ma? Mengubah air mata menjadi tawa kamu adalah jagonya. Apalagi, cuma mengubah remaja canggung minderan menjadi remaja (yang sekarang sudah dewasa—secara usia dan pemikiran tapi tidak tinggi badan) yang mengenal dirinya, tahu apa yang diinginkan dan percaya pada dirinya sendiri.

Masih ingat hari itu kan, ma? Saat aku terlalu bersemangat, usia berganti dan aku tak bisa dikatakan anak-anak lagi. Remaja! Terdengar keren sekali. Mama memutuskan untuk mengajakku membeli beberapa benda yang akan membantuku bertransformasi jadi gadis remaja. Jadi, kami mengunjungi toko baju dan sepatu. Sore itu aku seolah terbang lalu di sebuah awan aku di dorong oleh mereka dan jatuhnya sakit sekali. Aku tak henti-hentinya memandang sandal pink Polly Pocketku yang (kupikir) akan berganti dengan sepatu ala remaja yang baru.

Semuanya berantakan dalam hitungan kurang dari satu jam saja. Kuberitahu sebabnya ya, tidak ada pakaian remaja seukuranku! Jangan tanya soal sepatu, mencari sepatu ukuranku akan membuat si pangeran dalam dongeng Cinderella lebih kerepotan, kakiku kecil sekali! Melihat dan menyaksikan sendiri bahwa ukuran tubuhku yang 137 cm dengan berat 30 kg seolah mengatakan, kau tak pantas dari remaja! Awalnya aku masih mencoba berdamai dengan diriku untuk menerima kenyataannya tapi mbak-mbak pramuniaga yang kerepotan dan sebal malah ngomel nyinyir, “Bu, cari aja baju anaknya di toko sebelah!” Dan toko sebelah adalah toko perlengkapan bayi. “Punya anak kecil banget!” Aku dengar bisik-bisikkan mereka saat kami keluar, kata ‘Kurang gizi, kerdil, kate dan cebol,’ bukan kata-kata indah yang boleh mampir di telinga. Mau tak mau aku merasa minder dan sedih. “Kamu tahu di dalam dongeng? Makhluk mungil dan imut baik hati adalah para peri dan makhluk kikuk jelek berbadan besar adalah troll.” Kata-kata mama saat itu tak mengobati hatiku. “Kamu tahu kan gadis-gadis dalam komik kesukaanmu, mereka cute.” Yeah, tapi cute berbeda dengan kerdil atau cebol.

Sepanjang minggu itu aku merasa sedih, seakan bukan hanya mbak-mbak pramuniaga itu yang mengejekku. Di sekolah aku jadi menganggap semua teman-temanku berpandangan aneh terhadapku. Aku bahkan malu untuk menatap wajah siapapun, mataku hanya menatap ujung sepatuku. Dan konyolnya aku bahkan menganggap seluruh dunia menganggapku seperti itu seperti pikiran mbak-mbak itu. Mungkin buat siapapun dikatain seperti itu adalah sepele tapi percayalah ketika kau menjadi remaja lima belasan kata-kata seperti itu tak mudah, kami sudah cukup direpotkan oleh pengaruh hormon yang membuat mood kami main roller coaster, tugas-tugas dari sekolah, juga pengaruh teman-teman. Saat itu otak konyolku bahkan berpikir aku lebih baik kembali ke masa kanak-kanak atau mati saja, sekarang kalau mengingatnya aku malah ingin tertawa. Tapi, jelas aku tak mungkin bisa tertawa seperti sekarang jika aku belum mendapat pengalaman berharga dari mama yang ‘mengubahku’.

Aku masih ingat dipenghujung ‘minggu-paling-tragis-dalam-hidupku’, sepulang dari pasar mama menghadiahiku sebuah kresek besar berisi baju-baju bekas yang langsung kubanting ke lantai saat itu juga. Aku hanya memahami kecewaku tapi tak pernah tahu bahwa mama juga kecewa dengan sikapku. Namun, yang kutahu selanjutnya di lemari bajuku aku menemukan tank top motif lucu, jaket mungil, rok mini warna-warni, t-shirt dengan gambar ice cream, juga cute dress yang berwarna seperti permen yang sudah dicuci, disetrika dan wangi. Okay itu memang baju bekas alias rombengan alias barang sisa ekspor dari luar negeri tapi pakaian itu bagus dan seukuranku. Aku bahkan mendapat dua pasang flat shoes yang sudah ditambahi jahitan dari tukang sol.

Untuk menebus sikap ‘drama-ala-remajaku-yang-tukang-ngambek’ mama memaksaku untuk ‘fashion show’ di sepanjang pertokoan jalan Kartini! Aku dipaksa mengenakan‘baju baru’ku; dress cute dan flat shoes imut serta bando berpita mungil. Baiklah, (sebenarnya) aku jadi memiliki penampilan ala Ranze Etoh, salah satu tokoh komik favoriteku. Tapi, tetap saja aku ragu-ragu dan malu-malu aku melangkah, tapi mama mengatakan padaku bahwa aku terlihat cantik dengan baju itu (itu karena mama, mamaku) tapi aku berubah pikiran saat kami mengunjungi sebuah toko dan cece-nya yang cantik malah memuji penampilanku (Cece itu masih sering bertanya pada mama kabarku kan ya?)

Dan sebenarnya, pelajarannya bukan pada apa yang aku kenakan tapi pada apa yang harus aku tunjukkan. Aku harus berani mengangkat wajah, terus berjalan, dan membiarkan semua orang melihat, berbicara, dan berpendapat. Aku tak bisa mengontrol mata, mulut, dan pikiran orang lain yang bisa kulakukan adalah menerima dan merasa nyaman dengan diriku sendiri. Karena, inilah aku. Cuma aku dan orang-orang yang menyayangiku yang tahu betapa berharganya aku dan mereka yang tak mengenalku tak berhak untuk membuatku membenci diriku. Aku takkan lagi mengizinkan hal-hal kecil merusak kepercayaan diriku juga kebahagiaanku.

Ma, tahukah kamu betapa aku menyayangimu? Tapi, jelas aku pernah merasa kesal padamu, kau tahu aku pernah kesal karena kau merusak liburan tahun baruku yang lalu dengan membangunkanku di pagi buta dan kita naik bus paling pagi untuk balik ke kos-kosan gara-gara kebanjiran—padahal banjirnya hanya sampai di teras doank. Aku kesal kalau mama menelponku di saat sibuk atau saat aku tidur hanya untuk menanyakan ‘di situ hujan ga?’ ‘di situ mati listrik ga?’ Aku kesal  kalau mama mulai tanya tentang si Lorenz (Dia berada di jarak jutaan tahun cahaya dan please deh dia cuma orang asing dan kalau ingat yang sudah-sudah bikin mood jadi berantak aaaaarrrrghhhhtt!!!) dan kekesalan terbaruku adalah kemarin saat aku menelpon dan mama bilang sedang di bandara bersama bapak untuk nganter Puji dan (calon mantu favorite kalian) Timothy. Kalian berdua nggak pernah nganter aku ke terminal, cuma gara-gara aku baliknya ke kampung (berasa jadi orang udik banget dan kayak keluarga normal pada umumnya kita punya drama keluarga yang sama; sibling rivalry. Yeah aku sirik karena belum dapat liburan, PMS, dan masalah finansial bulan tua emang bikin sensi juga ditambah resolusi akhir tahun yang kebanyakan tidak tercapai serta hubungan asmaraku yang payah. Bukannya ngeluh mom, aku cuma mencoba bersifat normal dan realistis)

Di atas segalanya aku sungguh bersyukur pada Tuhan karena memilikimu,  mama adalah hal terbaik yang ada dalam hidupku. Mama adalah orang yang akan melakukan apapun untukku dengan penuh cinta dan tanpa mengeluh. Mama punya selera humor segar, mama tahu apa yang harus dlakukan, mama punya masakan yang paling lezat sedunia, mama selalu punya pelukan hangat di saat aku membutuhkannya. Kita punya banyak moment indah berdua; makan sepiring berdua, berbagi secangkir teh, petualangan fashion alias berburu rombeng, juga fashion show di sepanjang pertokoan jalan Kartini. Aku mungkin bukan anak yang baik tapi percayalah aku berusaha untuk itu.

Aku selalu ingin jadi anakmu yang mandiri, ingin jadi perempuan hebat dan kuat yang bisa berdiri di atas kakinya sendiri. Terima kasihku karena aku memilikimu. Terima kasih telah menyelamatkan masa puberku dan kau tahu ma? Mama selalu punya aku! Mama boleh minggat ke kosanku kalau mama ngambek dari bapak (semoga tidak terjadi) dan aku tahu sekali ketakutan terbesar para wanita, ketika hormonmu bergolak gara-gara menopause (semoga mama akan berumur panjang dan tanpa menopause) aku akan bersamamu dan kita akan menghadapinya bersama, aku akan berusaha bersabar untuk mama. Mama telah menyertaiku dengan cinta sejak lahir, menjagaku di masa kanak-kanak, menuntunku di masa remaja dan melihatku dari jauh di masa dewasa. Aku harap aku berhenti bersikap egois dan mementingkan diriku sendiri. Aku mewarisi DNA dan beberapa bagian dari wajahmu. Aku bisa memakai bajumu dan berpura-pura sepertimu, tapi masih ada banyak hal yang belum bisa menyamaimu; caramu mencintai, kesabaranmu, ketegaran dan banyak hal baik lainnya.

Ada satu hal yang belum pernah kuceritakan padamu, tentang mimpi terindahku. Suatu malam aku bermimpi, berdiri di atas bukit dan memandang langit luas berwarna emas. Aku selalu suka langit dan itulah langit terindah yang pernah kulihat. Dan, mama ada di sisiku menggenggam tanganku kita berbahagia dan menatap langit itu bersama. Kita akan menjadi perempuan-perempuan hebat yang akan selalu berbahagia, percayalah ma. Aku selalu percaya bahwa mimpiku menjadi nyata dan di masa depan akan ada datang banyak kebahagiaan menanti kita.

Selamat Hari Ibu, selalu mencintai dan menyayangimu, ma *muah*

NB : Untuk membaca karya peserta lain, silahkan menuju akun Fiksiana Communitydan bergabunglah di FB Fiksiana Community

Foto: dok. pribadi

Lagu: A Song for Mama-Boyz 2Men

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline