Lihat ke Halaman Asli

Citra Rahmah Putri

Mahasiswi Pendidikan Khusus UNJ17 I Muslimah I.

Kolerasi Pendidikan, dan Pemerataan Aliran Listrik di Daerah Terpencil

Diperbarui: 10 September 2022   16:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1.1 Sumber : https://id.pinterest.com/pin/

Bismillahirrahmanirrahim.

Kolerasi Pendidikan, dan Pemerataan aliran listrik di daerah terpencil

Sebuah tulisan yang tertuang karena  keresahan dalam diri. Anggaplah ini sebuah diary, sebab hanya opini

Edit : Akan aku perkuat dengan data, sementara ku tuliskan dulu yang jadi keresahan ini. Selamat membaca, dan membudayakan membaca, dan menulis ya. Semangatt.

Pendidikan tanpa akses listrik. 

Di daerah-daerah khususnya, askes listrik itu sangat berguna bagi mereka untuk mengakses informasi. Sebuah kasus yang ku temui di desa MT di Kabupaten Bengkulu, ketika seorang anak ingin melanjutkan pendidikan perguruan tinggi, tetapi terhalang orang "biaya" katanya sih. padahal sudah ada berbagai beasiswa yang ditawarkan sejak jenjang SMA/SMK atau saat Ia masuk perguruan tinggi. Menurutku hanya tinggal dia ingin "berusaha mengakses informasi" terkait beasiswa, dan adanya support system untuk individu tersebut.

Kasus pertama, ada peserta didik yang mau sekolah, tapi orang tua tidak ada biaya, dan tidak berupaya membantu anaknya mencari informasi tentang beasiswa tersebut. Sepatutnya, sefitrah orang tua, harus terus memberikan saran, dan kritikan yang membangun untuk anaknya sampai nafas terakhirnya. mengupayakan yang terbaik untuk "permata hatinya".  Kasus kedua, orang tua berusaha sekuat tenaga ingin menyekolahkan anaknya, tahan "mengutang sana sini" demi anaknya, tapi mirisnya anaknya "tidak berpikir perjuangan mereka". Lantas anak tidak mencari informasi terkait beasiswa, dan tidak ada rencana hidup bagi dirinya. Alhasil kalau di daerah jadinya nikah muda, dan jadi ibu rumah tangga tanpa penghasilan yang tetap.

Menyikapi kasus kedua, ku himbau jangan sampai kita seorang anak tidak berusaha "mandiri", berpangku tangan menjadi "fakir miskin" pada suami/istri/orang tua kita. Jangan selalu jadi pihak yang"menerima", baiknya menurutku jadilah orang yang memberi selalu. Bisa dengan memberi/sharing ilmu, pengalaman, dan skill dirimu. kamu akan ibu/ayah yang sepatutnya menjadi "madrasah pertama" anak kamu kelak. Sebaiknya mengupaya terus menerus memper"kaya" diri dengan keilmuan, dan pengalaman.

next?

Menyerukan perubahan dalam pendidikan tanpa  individu tersebut suka menyimak, membaca, dan menulis. Itu sama saja dengan kebohongan yang nyata. Kalau diibaratkan peribahasa menurutku seperti ini "tong kosong nyaring bunyinya". Bergerak sendiri tanpa berkolaborasi dengan rekan beda bidang sama aja capek psikis, gais. Jangan, jadi pribadi yang berlarut-larut  meng"kambing hitam"kan orang lain, menyalahkan zaman/massa, menyalahkan lingkungan akan keadaan yang dihadapi. Sadari, terima, dan syukuri keadaan mu. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline