"Ayo Mbak, dicoba," Pak Kartono, pengukir pria setengah baya itu memberikan pahat ukir dan palunya ke saya. Saya ragu. Sayang rasanya menuruti rasa penasaran untuk memahat dan mengukir di panel kayu panjang yang ada di depan saya.
"Nanti rusak, Pak, karya seninya," saya akhirnya menjawab.
Pak Kartono tersenyum. "Karya seni itu juga tentang mengubah dan memperbaiki, tidak ada itu istilah rusak."
Akhirnya saya mencoba. Dan 'gagal' membentuk ukiran cantik, tentunya.
Senenan, Desa Para Seniman Ukir Relief
Pak Kartono adalah satu dari banyak seniman ukir relief di Desa Senenan, Kabupaten Jepara. Malang melintang berpuluh tahun, mengukir relief memang bukan pekerjaan mudah. Relief umumnya berukuran besar, di atas 1,5 meter persegi dan menggunakan satu blok kayu berkualitas bagus (seperti kayu jati). Selalu ada kisah, cerita, atau pesan yang dituangkan dalam relief, misalnya kisah Ramayana atau pewayangan, kisah fabel dan kehidupan bawah laut, hikayat, atau kaligrafi Arab. Selain dibuat berdasar pesanan, para seniman ukir juga banyak mengeksplorasi motif dan kisah, sesuai inspirasi berkarya mereka.
Diperlukan keterampilan khusus untuk mengukir relief karena detailnya banyak, rumit, bahkan tipis di beberapa titik, dipahat di kayu yang kokoh dan bagus, dengan pengerjaan yang berlapis. Tidak ada sambungan antar bagian dan lapisan relief, sehingga harus sangat berhati-hati dan fokus. Tak heran, satu panel relief baru selesai setelah 6 bulan bahkan 1 tahun. Harganya: bisa sampai ribuan dolar. Ya, pangsa pasar relief ini kebanyakan untuk pembeli mancanegara, koleksi museum, atau koleksi pribadi.
"Biasanya memang ada buyer asing yang datang ke sini, mereka beli untuk dikirim ke luar negeri," Pak Mulyono, seniman ukir yang juga Kepala Desa Senenan menambahkan. Relief termasuk karya seni padat modal yang digemari oleh pembeli mancanegara dan dinilai otentik, mencerminkan Indonesia.
Pandemi dan Pemulihan Ekonomi
Perubahan zaman dan pandemi COVID19 turut mempengaruhi usaha para seniman ukir relief ini. Dengan mayoritas pembeli dari mancanegara dan daya beli masyarakat yang juga turun, sulit bagi mereka untuk menjual karya seni itu. Biaya operasional terus berjalan, namun penjualan seret. "Berat, Mbak," Pak Mulyono berujar.
Pemulihan pascapandemi juga bukan urusan membalikkan telapak tangan. Banyak bentuk jaring pengaman sosial (social safety nets) yang diberikan oleh pemerintah dan berbagai pihak untuk saling membantu dan meringankan kelompok-kelompok yang terdampak -- termasuk bantuan untuk pemulihan ekonomi (economic recovery) yang menyasar kelompok-kelompok produktif dan bertujuan untuk meningkatkan aktivitas ekonomi. Dengan tujuan global transisi energi menuju sistem energi dan ekonomi rendah karbon yang menjadi prioritas banyak negara dan menjadi bagian dari 3 isu utama Presidensi G20 Indonesia 2022; maka pemulihan ekonomi hijau (green economic recovery) juga menjadi pilihan strategi.