Lihat ke Halaman Asli

Marlistya Citraningrum

TERVERIFIKASI

Pekerja Millennial

Energi Surya dan Demokrasi Energi di Indonesia

Diperbarui: 16 April 2019   19:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Instalasi rooftop solar di sebuah rumah di Depok, Jawa Barat| Dokumentasi pribadi

 

Karena energi adalah kebutuhan mendasar manusia modern, idealnya, masyarakat juga memiliki hak untuk mendapatkan dan menggunakan energi bersih dan terbarukan. Bagaimana rooftop solar dapat menjawab tantangan ini di Indonesia?

Sebagai negara yang terletak di khatulistiwa, potensi energi surya di Indonesia terbilang besar dan berlimpah sepanjang tahun. Potensi teknis pembangkitan listrik energi surya (fotovoltaik) di Indonesia mencapai 559 GW, dan beberapa lokasi di Indonesia dapat menghasilkan listrik fotovoltaik hingga 1.680 kWh per tahun untuk setiap 1 kWp (kilowatt peak) panel surya terpasang (setara dengan konsumsi listrik rumah tangga menengah 140 kWh/bulan atau ~ Rp 200.000/bulan). 

Dengan potensi yang tinggi dan perkembangan teknologi yang sangat pesat yang berkontribusi pada meningkatnya akses pada produk fotovoltaik dan turunnya harga pembangkitan listrik fotovoltaik, tren penggunaan energi surya semakin meningkat setiap tahunnya.

Energi surya adalah satu dari sedikit jenis energi terbarukan yang secara langsung dapat diakses masyarakat dan dapat digunakan dengan variasi skala yang beragam. Tidak hanya untuk pembangkitan listrik skala besar yang membutuhkan tanah yang luasnya berhektar-hektar (di atas 10 MW), energi surya dapat dinikmati masyarakat umum dengan penggunaan rooftop solar berkapasitas beberapa kWp hingga sekecil lampu meja dan power bank. Tidak berlebihan bila energi surya disebut sebagai "sumber energi yang demokratis" karena dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dengan berbagai bentuk dan skala kapasitas.

Keterbatasan Informasi

Penggunaan energi surya dalam bentuk rooftop solar di Indonesia sendiri masih sangat terbatas. Meski secara global telah menjadi tren yang terus berkembang setiap tahunnya, masyarakat Indonesia masih belum memiliki akses yang komprehensif dan merata pada informasi dan variasi produk rooftop solar. 

Hingga bulan Januari 2019, PLN mencatat pelanggannya yang menggunakan rooftop solar tersambung jaringan (on-grid) baru mencapai 609 orang. Informasi mengenai rooftop solar, baik dari informasi teknis, produk, hingga kebijakan dan regulasi, masih terbatas di kalangan tertentu; kebanyakan didominasi kalangan menengah ke atas dan mereka yang terpapar pada isu energi atau ketenagalistrikan. 

Selain itu, harga produk rooftop solar masih dianggap tinggi. Dengan rata-rata harga USD 1,000/kWp, pelanggan rumah tangga yang ingin menggunakan energi surya masih enggan untuk memasang panel surya karena mereka harus mengeluarkan sejumlah uang dalam jumlah besar dan belum dimungkinkan untuk dibayar dengan skema cicilan. 

Sebagai gambaran, untuk rumah tangga dengan golongan pelanggan listrik 2200 VA dan konsumsi listrik wajar dengan 1 AC di rumah, setidaknya memerlukan panel surya dengan kapasitas 3 kWp atau setara dengan Rp 45.000.000.  

Apakah Penggunaan Rooftop Solar Legal?

Tren penggunaan rooftop solar oleh pelanggan listrik rumah tangga mulai terlihat signifikan sejak tahun 2013. Sebelum 2013, tidak ada aturan yang secara khusus mengakomodasi pelanggan listrik rumah tangga yang memasang panel surya di rumahnya, dan karenanya dapat memicu masalah dengan PLN sebagai satu-satunya perusahaan yang secara hukum berkekuatan legal untuk memproduksi dan menjual listrik di Indonesia. 

Untuk melindungi pelanggan listrik rumah tangga yang memasang rooftop solar di rumah mereka, PLN mengeluarkan peraturan direksi yang mengatur pemanfaatan listrik fotovoltaik dengan skema net-metering. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline