Lihat ke Halaman Asli

Marlistya Citraningrum

TERVERIFIKASI

Pekerja Millennial

Electronic Future: BRI yang Terus Berinovasi

Diperbarui: 30 Januari 2016   10:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu hari di sebuah kantor.

Saya kembali dari rapat internal dengan sedikit panik. Tiket kereta api yang saya pesan lebih 2,5 jam lalu belum saya bayar, dan tenggat waktunya tinggal 20 menit sebelum pemesanan saya dianggap dibatalkan. Dengan kondisi hujan deras, saya tak bisa keluar kantor untuk membayar tiket kereta ke payment point atau ATM. Internet banking yang saya gunakan tak menyediakan layanan pembayaran tiket kereta api pula.

Melihat kepanikan saya, seorang teman menawarkan untuk membantu saya membayarnya melalui internet banking yang dia gunakan.

Singkat kata, dengan bantuannya, hanya dalam waktu 5 menit, semua beres.

“Lo pake bank apaan, sih?” saya bertanya.

“BRI, Kak.”

Kenangan saya tentang Bank Rakyat Indonesia (BRI) bisa dibilang sangat personal. Meski dikenalkan menabung sejak kecil, tabungan saya bentuknya itu-itu saja: ayam tanah liat, ayam keramik, ayam plastik. Entah mengapa ayam menjadi bentuk celengan yang populer. Menginjak kelas 5 SD, saya sempat menjadi siswa teladan tingkat kabupaten, di mana salah satu hadiahnya adalah uang tunai. Saat itu jika tidak salah, tahun 1997. Jumlahnya cukup banyak pada masa itu, dan sayang hilang jika dipercayakan pada si ayam. Maka ibu mengajak saya untuk meletakkan uangnya di bank. Simpedes dari BRI, jenis tabungannya. Saya ingat bersama ibu pergi ke bank, mengambil nomor antrian, kemudian ke teller dan menyerahkan uang beserta buku tabungan. I feel safe.

BRI adalah bank di mana saya merasakan untuk pertama kalinya bagaimana transaksi perbankan dilakukan. Dari pengalaman itu pengetahuan saya juga bertambah: BRI adalah bank dengan cabang yang tersebar hingga level kecamatan di seluruh Indonesia.

Percepat 17 tahun kemudian, BRI “menyelamatkan” saya dari tragedi tak mendapatkan tiket kereta.

BRI Kini

Menurut statistik dari Go-Globe, perdagangan elektronik (e-commerce) di Asia memiliki persentase yang cukup tinggi di kancah global. Lebih dari 36% sales untuk commerce berasal dari Asia. China menduduki posisi teratas, dan Indonesia juga menunjukkan nilai perdagangan yang tinggi, senilai 2,6 miliar dollar AS di tahun 2014. Nilai ini diperkirakan mencapai hampir 5 miliar dollar AS di tahun 2016.

Nilai yang fantastis, bukan?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline