Lihat ke Halaman Asli

Marlistya Citraningrum

TERVERIFIKASI

Pekerja Millennial

Cerita Sopir Taksi Nge-Grab

Diperbarui: 6 Juli 2015   16:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu malam, ketika jarum jam menunjukkan pukul 11 malam, saya mencegat taksi dari sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan. Setelah duduk dan menyebutkan tujuan, saya memperhatikan dashboard di depan saya. Sebuah telepon genggam pintar (smartphone) berada di atasnya, dengan layar berkedip menunjukkan aplikasi pemesanan taksi yang saat ini sedang populer.

"Bapak nge-Grab juga ya?", saya memulai percakapan.

Pengemudi taksi tersebut, sebut saja Bapak A, menjawab, "Iya, Bu, lumayan enak makenya".

Lalu dimulailah percakapan cukup panjang membahas mengenai GrabTaxi, aplikasi pemesanan taksi yang riuh menjadi aplikasi favorit penduduk Jakarta. GrabTaxi sudah diluncurkan setahun lalu, tepatnya bulan Juni 2014, dan secara perlahan menjadi bagian dari gaya hidup penduduk Jakarta. Sudah jamak ditemukan seloroh, "Nge-Grab aja yuk?" ketika menentukan moda transportasi apa yang hendak digunakan.

Saya, tentu saja, bukan pengguna langsung GrabTaxi. Faktor gawai, alasannya. Gawai yang saya punya masih gawai keluaran tahun 2009, sudah pintar namun dengan sistem operasi yang sudah punah (kok jadinya curhat colongan). Namun hampir semua rekan kerja dan teman-teman saya menggunakan aplikasi ini sehingga saya "kecipratan" ngeh  dengan GrabTaxi. Ada beberapa faktor mengapa banyak pengguna merasa terbantu dengan keberadaan GrabTaxi, di antaranya adalah kemudahan memesan taksi, banyak promo, dan keamanan. Untuk saya dan rekan sekantor yang sering pulang di atas jam 8, GrabTaxi adalah salah satu moda transportasi handal yang menenangkan untuk pulang. Tak heran, aplikasi ini sudah diunduh hingga lebih dari 3,8 juta kali.

Jamak mendengar keunggulan GrabTaxi dari para penumpang penggunanya, saya juga penasaran dengan apa yang dirasakan oleh para pengemudi taksi yang juga menggunakannya.

Bapak A membeberkan banyak hal. Awalnya Bapak A tidak mengerti mengenai aplikasi ini. "Wong punya smartphone aja nggak, Bu", tutur beliau. Di pangkalan taksinya, rupanya ada perwakilan dari GrabTaxi yang mengajak para pengemudi taksi untuk bergabung. Singkat kata, atas anjuran dari teman-temannya, Bapak A pun bergabung. Tidak setiap pengemudi taksi yang mengajukan diri akan diterima, Bapak A juga tidak terlalu paham mengenai proses seleksinya. Ketika akhirnya diterima, pengemudi taksi yang bergabung dengan GrabTaxi kemudian akan dibekali dengan smartphone yang bisa dicicil. "Iya, ini hapenya (sambil menyebut merk) dikasih dari Grab, Bu, kalau bisa ngambil penumpang sesuai standar minimal selama beberapa bulan, dianggap lunas", Bapak A menambahkan. GrabTaxi juga menyediakan pelatihan penggunaan aplikasinya, sehingga memudahkan pengemudi untuk menyesuaikan diri.

Keuntungan yang ditawarkan GrabTaxi pada pengemudi taksi yang menggunakan aplikasi ini memang menarik. Selain disediakan sarana untuk operasional, pengemudi juga mendapatkan berbagai bonus dengan persyaratan yang berbeda-beda. Misalnya bonus 50 ribu rupiah jika mendapatkan 3 penumpang di jam 6-9 pagi atau bonus dari corporate booking. GrabTaxi juga kabarnya akan memberikan penghargaan pada pengemudi terpilih dalam skema yang disebut Elite Driver. Skema ini memberikan perlindungan berupa asuransi, insentif tunai, dana pensiun, hingga kesempatan umrah.

Ketika ditanya mengenai sistem pembayaran, Bapak A menjelaskan banyak. Setiap pengemudi taksi yang menjadi pengguna GrabTaxi diminta untuk membuka rekening bank tertentu. Rekening tersebut akan menjadi rekening rujukan untuk transfer uang sejumlah penumpang pengguna GrabTaxi yang didapat pengemudi di hari tersebut. "Lumayan, Bu, sebagai tabungan, karena dulunya saya tidak punya", begitu menurut Bapak A. Beliau juga mengungkapkan bahwa salah satu saudaranya yang menjadi pengguna GrabTaxi mendapatkan cukup banyak pemasukan tambahan dibanding sistem konvensional yang selama ini dipakai. Pesanan taksi melalui GrabTaxi, menurut Bapak A, lebih mudah dan bisa lebih sering mendapatkan penumpang dibanding dengan pesanan melalui DDS (digital dispatching system). Meski begitu, Bapak A juga mengakui bahwa beliau masih menempatkan pesanan dengan GrabTaxi sebagai penghasilan tambahan karena harus ada uang yang disetorkan dan dibawa pulang. "Ya tetap ngambil penumpang lewat jalur biasa, Bu, kita kan juga butuh uang tunai, harus ada yang dibawa pulang", begitu ujarnya. 

Cerita Bapak A ini banyak yang senada dengan cerita beberapa pengemudi taksi yang sempat saya ajak berbincang. Keberadaan GrabTaxi yang awalnya cukup menjadi momok bagi mereka karena ketakutan akan teknologi kemudian menjadi lahan penghasilan yang menjanjikan. GrabTaxi sendiri memperhatikan pengemudi pengguna aplikasinya dengan menyediakan fasilitas yang memudahkan mereka. Menyenangkan menyaksikan kolaborasi seperti ini: perusahaan membangun citra yang baik, pengguna mendapatkan ilmu dan penghasilan. 

Karena jika niatnya baik didukung dengan usaha yang baik, semua bisa merasakan manfaatnya bukan?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline