Lihat ke Halaman Asli

Marlistya Citraningrum

TERVERIFIKASI

Pekerja Millennial

Lipstik Pun Mengandung Palm Oil

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13377587161303317588

Saya menulis kembali di kanal “Green” :)

Sebenarnya ini bukan topik yang sangat saya kuasai, dan saya hanya ingin menyampaikan informasi, bukan bermaksud untuk ‘mengajak’, karena persoalan yang akan saya bahas ini harus dilihat secara realistis dan tidak sekedar teoritis.

Topik saya kali ini: palm oil (PO).

PO tidak hanya sekedar minyak kelapa sawit dan tidak hanya sekedar minyak yang digunakan untuk memasak. Dari pohon sawit sendiri dihasilkan 3 macam minyak: PO, palm kernel oil (PKO), dan coconut oil (CO). Ketiganya berasal dari bagian pohon yang berbeda dan kandungannya juga sedikit berbeda. Yang kita gunakan untuk memasak dan kita sebut sebagai minyak goreng (minyak kelapa sawit) itu adalah CO.

Indonesia dan Malaysia saat ini adalah produsen dan eksportir PO terbesar di dunia, dan seperti yang sering kita baca di koran atau lihat di televisi; tidak semua perusahaan PO melakukan produksi yang ‘bertanggungjawab’ secara ekologis. Pembakaran hutan, pembatatan lahan hijau, hingga pembunuhan orangutan adalah efek buruk dari produksi PO yang tidak berorientasi lingkungan. Karena apa? Karena permintaan suplai yang besar dari seluruh dunia.

Mengapa permintaan akan PO sangat besar?

Minyak dari pohon sawit (PO, PKO, dan CO) tidak hanya digunakan untuk memasak. Ada banyak produk yang tanpa kita tahu juga menggunakan minyak dari pohon sawit, terutama PO. PO harganya murah, stabil dalam suhu tinggi (terhadap oksidasi), dan karena termasuk vegetable oil, memiliki tingkat kandungan kolesterol jahat yang rendah.  Dibandingkan dengan minya dari tumbuhan lainnya, yield (jumlah minyak yang dihasilkan) oleh sawit memang jauh lebih besar. Satu hektare lahan kelapa sawit dapat menghasilkan 6.000 liter PO, bandingkan dengan pohon jarak yang hanya bisa menghasilkan 2.000 liter minyak/hektare. Minyak kedelai bahkan hanya berada di kisaran 1.000 liter/ha. Biaya produksinya juga disebut-sebut sebagai yang termurah, dengan minyak kedelai berada di posisi kedua, sekitar 20% lebih tinggi daripada biaya produksi PO. Karena bentuknya yang semi-solid pada suhu ruangan, proses transportasi menjadi lebih mudah dan murah sehingga banyak industri yang menggunakannya. Produk makanan seperti cokelat, biskuit hingga produk kosmetik (yap, kosmetik) seperti sabun, lipstik dan pelembab muka juga mengandung PO. Iya, lipstik Anda bisa jadi mengandung PO. Akhir-akhir ini PO, PKO, dan CO juga mulai dilirik untuk dijadikan bahan baku biodiesel.

Karena fungsinya yang beragam, biaya produksi yang rendah, yield yang tinggi, dan kemudahan transport inilah tingkat permintaan PO sangat tinggi dan banyak produsen PO yang habis-habisan menggunakan berbagai cara untuk meningkatkan produksi (aka, membuka lahan baru).

Dan juga jangan tertipu, meski banyak produk yang sepertinya tidak mengandung PO (tidak mencantumkan palm oil di daftar komposisi), ada berbagai nama yang digunakan untuk menyamarkan PO: vegetable oil, vegetable fat, sodium laureth sulfate, sodium lauryl sulfate, sodium dodecyl sulphate (SDS or NaDS),palm kernel, palm oil kernel, palm fruit oil, palmate, palmitate, palmolein, glyceryl stearate, stearic acid. Itu baru setengahnya. Masih ada banyak ‘nama samaran’ yang dicantumkan produsen pada daftar komposisi untuk mengurangi rasa bersalah konsumen ketika membeli sesuatu yang mengandung PO.

[caption id="attachment_178525" align="aligncenter" width="479" caption="lipbalm yg mengandung palmitate"][/caption]

Salah satu cara untuk mengurangi perluasan lahan untuk perkebunan sawit yang tidak bertanggungjawab secara ekologis adalah dengan mengurangi permintaan. Mengurangi permintaan berarti kita sendiri secara sadar mengurangi penggunaan produk yang mengandung PO. Kita harus realistis memang, bahwa banyak produk yang mengandung PO dan seringkali kita tidak sadar bahwa produk tersebut mengandung PO.

Informasi ini sebagai referensi untuk Anda. Mengajak Anda untuk sepenuhnya menghindari produk yang mengandung PO bukanlah hal yang ingin saya tekankan, mengingat saya sendiri masih banyak menggunakan produk yang mengandung PO. Setidaknya sekarang kita sama-sama sedikit lebih tahu mengenai PO, mengapa PO begitu diminati, dan istilah apa yang bisa kita kenali ketika ingin membeli lipstik tanpa PO, misalnya.

Salam cinta lingkungan,

-Citra

P.S. Foto koleksi pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline