Lihat ke Halaman Asli

Marlistya Citraningrum

TERVERIFIKASI

Pekerja Millennial

Terhempas #Gelombang Sang Dewi

Diperbarui: 17 Juni 2015   20:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1413893275491822058

Dua hari sebelum akhirnya membaca Gelombang, saya menonton kembali serial Bones Season 8. Di salah satu episodenya, nama tengah seorang tokoh yang selama ini tidak disebutkan, muncul. Nama tokoh tersebut Clark Edison, dan nama tengahnya adalah Thomas.

Thomas Edison.

Ada dialog yang saya suka di serial televisi BBC Sherlock:

Mycroft: Sherlock, what do we say about coincidence?

Sherlock: – coincidence: the universe is rarely so lazy.

Iya, alam semesta itu jarang sekali malas. Yang kita sebut kebetulan itu adalah bagian dari rencana presisi, rencana kita manusia atau rencana alam. Dua hari setelah Clark Thomas Edison, saya bertemu dengan Alfa, tokoh utama di Gelombang, yang bisa ditebak: nama lengkapnya adalah Thomas Alfa Edison.

Bagian kelima dari seri Supernova karya Dee Lestari ini memiliki efek yang kurang lebih sama seperti Partikel. Karena lahir di era media sosial, terbitnya Gelombang diantisipasi dengan meriah oleh mereka yang menunggunya, termasuk saya. Jika berbicara soal rasa, Partikel memang meninggalkan kesan yang jauh lebih emosional, tak lain dan tak bukan karena lahirnya berjarak 8 tahun setelah kakaknya, Petir.

Seperti biasanya ketika saya menulis review pura-pura mengenai buku yang saya baca, sebisa mungkin saya menghindari menceritakan mengenai isi bukunya secara detail.

Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh (KBPJ) yang merupakan buku pertama bercerita mengenai Dimas, Ruben, Ferre, Rana, dan Diva. Di antara kelima buku yang sudah terbit, hanya KBPJ yang ceritanya tidak berputar di satu tokoh utama. Akar, buku kedua, memberi seulir benang merah dengan buku pertama, kemudian bergerak cepat ke Bodhi Liong, karakter favorit saya. Seorang aneh, yang harus bertualang menemukan jati diri. Meninggalkan rumah karena satu tempat terlalu sempit untuknya. Petir, lagi berpola seperti Akar, menyajikan satu keping puzzle, lalu beralih ke sosok bernama Elektra. Petir adalah antithesa dari KPBJ dan Akar, menurut saya. KPBJ isinya sangat serius dengan berbagai istilah ilmiah, catatan kaki, dan referensi buku yang membaca judulnya saja saya sudah pusing. Petir begitu segar, lucu, dan menghibur.

Petir lahir saat saya baru masuk kuliah S1. Tahun demi tahun berlalu, saya merindu. Merindu tanpa jawaban, karena Dee juga tidak memberi tanda-tanda kapan si adik akan terlahir. Medio 2012, barulah kabar itu sampai. Partikel datang. Delapan tahun berjeda, saya sampai menangis memegang bukunya.

Memang ada ikatan aneh antara saya dengan Supernova. Bahkan karya tulis syarat kelulusan saya sewaktu SMA temanya "chaos and order theory" (yang membaca KPBJ pasti tahu).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline