Oleh:
Citra Aulia Salsyabila (34202200013)
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Univeesitas Islam Sultan Agung
Ibu Nila Ubaidah, S.Pd., M.Pd. Dosen Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Sultan Agung.
Matematika sering dianggap menakutkan oleh banyak siswa, termasuk yang tidak memiliki kebutuhan khusus. Bagi siswa dengan kebutuhan khusus, tantangan ini mungkin terasa lebih sulit. Angka, rumus, dan konsep abstrak kompleks bisa menyebabkan kecemasan dan stres yang signifikan.
Namun, dengan pendekatan pembelajaran yang tepat, matematika dapat berubah menjadi pengalaman belajar yang positif dan menyenangkan.
Pembelajaran matematika inklusi menawarkan solusi yang komprehensif untuk mengatasi tantangan yang dihadapi siswa berkebutuhan khusus. Dalam lingkungan belajar inklusi, setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dan berkembang, tanpa memandang kemampuan mereka.
Guru berperan sebagai fasilitator dalam menciptakan suasana kelas yang aman, mendukung, dan merayakan keberagaman. Mereka menggunakan strategi beragam untuk memastikan semua siswa dapat mengakses materi pelajaran dan mencapai potensi maksimal.
Pemahaman mendalam tentang kebutuhan individual setiap siswa merupakan salah satu kunci keberhasilan pembelajaran matematika inklusi. Guru perlu mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan setiap siswa, serta preferensi belajar mereka. Dengan informasi ini, guru bisa menyesuaikan instruksi dan materi pembelajaran agar sesuai dengan gaya belajar setiap siswa.
Contoh, siswa yang cenderung visual mungkin memahami konsep matematika dengan lebih baik melalui diagram atau gambar, sementara siswa yang kinestetik mungkin lebih suka belajar melalui aktivitas fisik.
Penggunaan teknologi juga dapat mendukung pembelajaran matematika yang inklusi. Perangkat lunak pendidikan interaktif, aplikasi pembelajaran, dan alat bantu visual dapat meningkatkan daya tarik dan efektivitas pembelajaran. Teknologi dapat membantu siswa dengan disabilitas fisik untuk mengakses materi pelajaran secara lebih baik. Misalnya, siswa tunanetra dapat menggunakan pembaca layar untuk mengakses teks matematika, sementara siswa tunarungu dapat menggunakan video dengan teks atau bahasa isyarat.