KAMIS, pukul 8. 00 Wib, 1 Agustus 2013. Setelah mem-publish tulisan tentang mudik (freez), saya menemukan 10 Kompasianer. Semuanya sebagai warga Kompasiana baru – saya pun termasuk. Namun dari sepuluh Kompasianer baru itu, kenapa tak satu pun menongolkan foto? Berlindung di balik bayangan.
Pertanyaan kecil pun mencuat. Mungkin punya tujuan tertentu, tujuan baik mestinya. Meski bertanya-tanya. Apa dan kenapa bisa? Apakah karena belum tahunya cara? Sehingga tak ingin identitas berupa wajah, tak perlu dimunculkan.
Sah saja, sebenarnya. Sama seperti beberapa Kompasianer lain, yang lebih dulu bergabung di Kompasiana. Meskipun belum reda pertanyaan saya. Kenapa, ya mereka serempak dan ramai-ramai lebih senang tidak berfoto? Sedangkan masuk ke blog keroyokan di Kompasiana ini, bukankah “siap untuk berinteraksi” atau bersilaturrahmi. Dengan menulis, termasuk unek-unek, tentu. Lalu berkomentar, bila ingin. Di sinilah asyiknya dalam wadah blog keroyokan. Ada kenikmatan tersendiri.
Maka, bila mereka bersembunyi dengan tidak menampilkan foto diri, saya agak heran. Meskipun tidak harus, dan saya pun tak bisa memaksa. Sedangkan admin sendiri pun tak mempermasalahkan mereka bergabung dan tetap dengan wajah “bayangan”.
Kompasiana menjadi ajang bertukar sesama Kompasianer. Dan dalam berkomunikasi – walau di dunia bayang-bayang – asyik bila sedikit bertatap-muka dengan wajah cukup dikenali. Saya yang menampilkan foto diri, sedikitnya bertanya-tanya: kenapa ya sepuluh Kompasianer itu? Saya jadi seperti bertatapan dengan bayangan saja. Jadi, kurang afdol … hehehe.
Itu saja, sih.
Salam Kompasiana. ***
Pondok Gede, 1 Agustus 13