Lihat ke Halaman Asli

Citra Autisimo

Naluri tidak pernah salah, karenanya aku tidak boleh selalu benar.

Mengukuhkan Nirwana (Part 6)

Diperbarui: 21 November 2017   05:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kepada yang terhormat,  diam.

Kata-kata ini sebagai diam.

Agar leluasa kau terdiam.

Tertelanlah diam dan terdiam.

#citra_autisimo

NOTE:
Kohesi personalitas dalam sekian banyak hal.  
Satu pun tak tergenggam.  
Pendapat yang menetap hanya untuk diriku,  dirimu.  
Tak kunjung terjadi sebuah keutuhan.  
Ini imbalan sebagai rasa syukur.  
Dialog ini masih dalam koma-koma yang seharusnya dititikkan.

Antara wujud dan hakikat,  antara ilmu dan karunia.  
Ada tindakan,  di belakangnya ada filosofi,  di belakangnya lagi adalah letak martabat,  di belakangnya lagi ada pengetahuan tentang penerimaan,  di belakangnya lagi ada kekuatan akan hak penciptaan.  
Di mana hatiku dan pikiranku meyakini kasih dan cinta,  tentang itu,  aku di sana akan bersujud.  
Presisi nalar yang seharusnya diperbaiki dalam kebersamaan.  
Kepastian yang padat yang dikayuh oleh kesetiaan di dalam pagar taman pribadi.

Keindahan pergumulan ini tidak ingin ku lukai.  
Aku hanya teramat berusaha dan teramat mencintai.
Aku hanya ingin menggerakkan segalanya dengan belas kasih.  
Untukmu kekasih.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline