Lihat ke Halaman Asli

Bukan Buah Simalakama Jika Semua Pihak Peduli

Diperbarui: 7 Oktober 2015   07:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

we can not eat money. sebuah kampanye penyelamatan lingkungan. (sumber: instagram.com/9gag)

Sudah sejak lama sekali istilah pemanasan global atau global warming kita dengar. Svante Arrhenius (1859-1927) adalah ilmuan asal Swadia yang pertama kali mengklaim bahwa pembakaran bahan bakar fosil dapat meningkatkan pemanasan global pada tahun 1896. Ia mengemukakan hubungan antara konsentrasi karbondioksida di atmosfer dengan suhu udara. Itu berarti sudah satu abad lebih kita mendengar istilah itu namun sayangnya perubahan ke arah perbaikan masih belum jua optimal.

Kita semua tahu bahwa kendaraan bermotor dengan bahan bakar fosil merupakan salah satu donator karbondioksida terbesar di atmosfer. Penggunanya yang terus meningkat dari tahun ke tahun seolah menyiratkan bahwa kita tidak lagi peduli dengan keberlangsungan hidup kita dan bumi kita. Padahal global warming telah secara nyata kita rasakan. Lantas kalau sudah begini, sebenarnya siapa yang salah?

Tidak dipungkiri sebagai manusia modern kita semua memerlukan moda tranportasi yang dapat dengan cepat mengantarkan kita ke tempat tujuan. Tidak masalah sebenarnya jika kita menggunakan kendaraan bermotor dalam kehidupan kita. Namun pola pikir yang keliru dengan menggunakan kendaraan pribadi sebagai ajang gengsi, unjuk kekayaan telah membuat kita berkontribusi dalam meningkatkan suhu bumi jika kendaraan yang kita miliki mayoritas masih berbahan bakar fosil. Apa pasal? Bukankah kita membeli kendaraan pribadi karena persyaratan pembeliannya yang begitu mudah dan dimudahkan? Bukankah ada banyak sekali orang yang hidup bergantung dari bisnis jual-beli kendaraan dan bahan bakar fosil, yang jika dihentikan tentu akan mengganggu perekonomian keluarga hingga bangsa?

Membatasi penjualan kendaraan bermotor (terutama mobil dan kendaraan mewah lainnya) sudah diupayakan pemerintah Indonesia dengan memberlakukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) untuk setiap pembelian kendaraan. Namun nyatanya upaya ini sudah tidak sanggup lagi mengekang minat masyarakat dalam memiliki kendaraan pribadi (terutama mobil) lebih dari satu.

Di satu sisi, penjualan kendaraan pribadi dan penggunaan bahan bakar fosil yang terus meningkat akan menguntungkan bagi pihak industri, dan pemerintah (melalui pajak) dalam jangka pendek. Di sisi lain, penjualan kendaraan pribadi (yang kemudian digunakan) dan bahan bakar fosil ini akan meningkatkan konsentrasi karbondioksida di angkasa. Meski pada produk kendaraan bermotor yang baru dikeluarkan mengklaim hanya mengeluarkan sedikit emisi karbon namun jika jumlah pemakainya banyak dan sering digunakan, emisi karbon yang ‘sedikit’ itu pada akhirnya tentu akan terkumpul menjadi banyak juga. Padahal dalam jangka panjang, akumulasi dari emisi karbon yang ada di angkasa menyebabkan menipisnya lapisan ozon, efek rumah kaca (greenhouse effect) hingga perubahan iklim (climate change).

Solusi

Tak ada masalah yang tiada solusinya. Hal yang paling penting adalah keinginan kuat untuk menyelesaikan masalah itu. Kita tahu bahwa gas karbondioksida adalah gas yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis pada daun tanaman dan daun pohon berwarna hijau. Di dalam daun, gas karbondiosida yang diambil dari udara melalui stomata akan direaksikan dengan air yang diambil dari tanah melalui akar. Reaksi yang terjadi antara gas karbondioksida (CO2) dan air (H2O) diantaranya akan menghasilkan gas oksigen (O2) yang sangat dibutuhkan oleh seluruh makhluk hidup di bumi. Namun apa daya, oksigen yang secara gratis diberikan oleh Tuhan ini lama-kelamaan semakin sedikit dikarenakan pohon-pohon yang ditebangi.

Dalam hal ini, pemerintah sebagai pemegang dan pengendali otoritas negara harus membuat regulasi yang tegas tentang keharusan industri kendaraan bermotor, industri bahan bakar fosil dan industri lain yang menggunakan bahan bakar fosil sebagai energi utama agar melakukan Corporate Social Responsibility (CSR) seperti kewajiban melakukan penghijauan, perbaikan lingkungan yang rusak dan tercemar, dll. Selain itu, pelaksanaan kegiatan CSR ini wajib dianganggarkan sebagai beban oleh perusahaan, bukan dari bagian laba yang dipisahkan, sehingga diharapkan kegiatan ini dapat lebih optimal diterapkan.

Pemerintah dengan dibantu oleh masyarakat harus mengawasi pelaksanaan atas aturan yang telah dibuat tersebut dengan ketat agar tidak terjadi pelanggaran. Pemerintah juga seharusnya mulai membuka diri terhadap energi baru dan terbarukan yang sudah teruji lebih ramah lingkungan sehingga penggunaan energi fosil dapat diminimalisasi atau bahkan disubstitusikan. Ingatlah bahwa energi fosil adalah energi yang tidak dapat diperbaharui sehingga suatu saat nanti pasti akan habis. Pemerintah juga harus menyediakan sarana transportasi publik yang murah, aman dan nyaman.

Selain itu, seluruh lapisan masyarakat juga harus ikut serta dalam aksi melawan global warming dengan mulai menggunakan kendaraan umum untuk bepergian atau memaksimalkan kapasitas jumlah penumpang jika menggunakan kendaraan pribadi. Menanam pohon atau tanaman di sekitar tempat tinggal, tempat kerja, fasilitas umum dan sekolah jika memungkinkan juga menjadi bagian partisipasi aktif dari warga dunia yang baik dalam mendukung kampanye Go Green. Mari kita bersama bahu-membahu menyelamatkan bumi, tempat kita tinggal, rumah bagi kita semua!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline