Lihat ke Halaman Asli

Mengapa Berat Berasuransi?

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pada saat awal masuk sekolah dari mulai SMP hingga perguruan tinggi saya selalu ditawari produk asuransi jiwa. Pada waktu SMP dan SMK karena sifatnya wajib, maka mau tidak mau orang tua saya membayarnya. Berbeda ketika saat masuk kuliah, sifatnya yang ‘hanya dianjurkan’ membuat saya agak malas untuk membayarnya.

Saya sering berpikir, “Ah, dulu juga waktu saya SMP sampai SMK saya bayar asuransi tapi tak pernah dipakai” “Saya kan orang yang berhati-hati dan jarang (kalau bisa dibilang hampir tak pernah) sakit dan kecelakaan. Jadi kalau begitu buat apa berasuransi?”  “Saya kan belum bekerja, jadi mungkin belum sanggup untuk membayar preminya dan juga belum begitu butuh asuransi”.

Namun, selain berpikiran seperti di atas saya juga sering bertanya-tanya mengapa artis-artis internasional ‘rela’ berasuransi dengan nominal yang begitu besar. Sebut saja artis Taylor Swift yang mengasuransikan kaki jenjangnya senilai US$ 40 juta (sekitar Rp 480 miliar). Nilai asuransi yang sangat fantastis 'hanya' untuk kakinya.

Beruntungnya, meski saya di awal kuliah dulu tidak membayar asuransi takaful, saya mendapat asuransi kesehatan dari PT Multi Artha Guna(MAG), Tbk secara gratis. Mungkin kalau tidak mendapat asuransi tersebut, saat ini saya tidak memiliki asuransi. Kendati hingga kini saya belum pernah menggunakannya. Oleh karena itu, sampai sekarang saya belum begitu tahu dan mengerti bagaimana cara mengklaim asuransi tersebut, jika suatu saat (mungkin) saya mendapat musibah.

Meski belum tahu, entah mengapa saya juga kurang begitu tertarik untuk mencari tahunya. Mungkin sudah menjadi mind set dalam pikiran saya, bahwa saya memang tidak akan pernah sakit parah hingga harus dirawat di rumah sakit. Hal tersebut bisa jadi karena faktanya, selama 21 tahun saya hidup saya memang belum pernah dirawat di rumah sakit. Saya juga belum memiliki tanggungan apa pun, jadi untuk apa berasuransi? Bukankah hanya buang duit saja?

Mungkin hal yang menjadi mind set saya di atas menjadi mind set bagi kebanyakan orang Indonesia juga. Kebanyakan kita sering berfikir bahwa kita baik-baik saja dan akan selalu begitu. Meski sebenarnya kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan nanti. Bukankah sedia payung lebih baik daripada kehujanan? Begitu pulalah, harusnya mind set kebanyakan dari kita, berpikir.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline