Lihat ke Halaman Asli

Kebakaran Hutan dan Pengetahuan Masyarakat Adat

Diperbarui: 27 September 2015   02:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah dua bulan hujan tak kunjung datang, walaupun datang ia hanya membasahi bumi Naladwipa ala kadarnya. Kebakaran hutan dimana - mana, asap pun tak bisa dihindarkan. Belakangan asap mulai pekat, menghirup udara segar nampaknya sangat mahal di pulau ini. Berita di televisi mengabarkan hal serupa di pulau-pulau lain. Berbagai macam dilakukan untuk mengurangi asap, tapi yang ada asap makin pekat. Masyarakat berteriak, bersolidaritas dijalan, dan membagikan masker untuk mengantisipasi dampak asap bagi kesehatan. Pun Presiden kita ikut belusukan ke daerah sumber asap nyatanya asap tetap menebal. 

Seperti peribahasa "tak ada asap kalau tidak ada api" maka sudah jelas penyebab asap adalah kebakaran hutan. Sampai saat ini sudah ada 10 perusahaan menjadi tersangka kasus pembakaran hutan. Saat berkunjung ke desa Budaya Lung Anai di Kecamatan Loa Kulu, Kutai Kartanegara. Saya menyaksikan langsung pembakaran lahan, begitu saya menyebutnya dan sangat berbeda sekali dengan kebakaran hutan yang jumlah luasannya sangat besar.

Bertanyalah saya pada salah satu warga Desa Lung Anai, tentang perihal kemarau dan cara masyarakat Dayak Keyah berladang. Pak Hawai namanya, biasa dia dipanggil Pak Awai. Sehari-hari dia berladang, lewat dialah saya mengetahui banyak hal soal tata cara mereka berladang. Pada umumnya masyarakat dayak kenyah mempunyai kebiasaan berladang berpindah. Mereka membuka hutan primer untuk mulai berladang, dalam kegiatan berladang mereka selalu memulainya dengan upacara ritual, dimana mereka memohon pada Sang Pencipta untuk diberikan kesuburan pada tanah yang mereka gunakan untuk berladang serta menjauhkan mereka dari mala petaka. 

Masyarakat Dayak Kenyah sangat dekat dengan alamnya, mereka mempunyai semangat yang tinggi untuk melestariakan alam dan lingkungan tempat mereka hidup. Ini juga terlihat pada saat mereka membuka lahan, tidak semua tumbuhan dan fauna dibabat, sebagian dibiarkan tetap tumbuh diladang yang akan sangat bermanfaat dikemudian hari. Pun, cara mereka membersihkan lahan. Suku Dayak Kenyah tidak pernah membakar langsung hutan, mereka mengumpulkan hasil rintisan dan menunggunya kering baru kemudian mereka mulai membakarnya disatu titik. Jika ada kebakaran hutan, berarti ada keteledoran dan biasanya orang tersebut dikenakan denda adat, karena dianggap lalai. 

Pengetahuan lokal masyarakat Dayak Kenyah dalam bersinergi dengan alam membuat kita belajar banyak hal soal menghargai apa yang ada di alam. Bagaimana mereka tidak rakus menghabisi, dan aturan - aturan dalam masyarakat adat mampu menyeimbangkan mereka dengan alam (hablum minal alam)  yang selama ini menghidupi mereka (kita).

 

*ditengah kepungan asap yang membuat nafas sesak




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline